- iklan atas berita -

Metro Times (Semarang) Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Jateng, Ir Sujarwanto Dwiatmoko, berhasil melangsungkan ujian disertasi program studi Doktor Administrasi Publik di Gedung B Pascasarjana, Universitas Diponegoro (Undip) Semarang dengan lancar, pada Selasa (22/1/2019).

Dalam paparannya, dihadapan penguji yang dipimpin, Dr Hardi Warsono MTP, mantan Pejabat Sementara (Pjs) Bupati Semarang ini, menyampaikan, batas minimal kawasan industri (KI) seluas 50 hektare perlu ditinjau kembali. Menurutnya, idealnya kawasan itu dibangun diatas lahan sekitar 300 hektare dengan harapan pemanfaatan lahan bisa dioptimalkan.

Dikatakannya, bukan hanya industri, pengembangan kawasan juga perlu menyentuh area terbuka hijau, industri kecil dan menengah, serta pembangunan jalan. Menurutnya, kawasan industri hendaknya tumbuh berfungsi sebagai pengembangan dan pemerataan.

“Peran Pemerintah diperlukan untuk mengetahui letak titik tumbuhnya kawasan industri, bukan hanya 50 hektare, paling ideal 300 hektare,” kata Sujarwanto saat mempertahankan disertasinya, berjudul Manajemen Kawasan Industri di Indonesia.

Dijelaskannya, dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri, jelas menyebutkan, swasta dapat memprakarsai, sedangkan pemerintah memfasilitasi. Namun hal tersebut, seharusnya dibalik, karena negara dalam pembangunan KI dan dimulai dengan membuat tata perencanaan yang baik.

ads

Dikatakannya, industri tumbuh lebih baik ketika berada didalam KI. Sehingga apabila berada di luar kawasan, akan menyebabkan masalah pencemaran lingkungan, tata ruang tidak baik, dan masalah sosial ekonomi lain. Sebagian besar industri tumbuh diluar KI, penyebabnya ketersediaan kawasan serta minat investor rendah.

Ia kembali menjelaskan, manajemen kawasan industri terbagi tiga tipologi utama, yakni pengembang, penyedia lahan, serta pelengkap pengembang wilayah perkotaan. Sedangkan di Jateng memiliki sembilan KI, yakni Tugu Wijayakusuma, Candi Industrial Park, Bukit Semarang Baru (BSB), Terboyo, Lingkungan Industri Kecil (LIK), Tanjung Emas di Semarang, Kendal, Sayung Jatengland di Demak, serta Cilacap. Sedangkan, KI Jababeka dijadikan rujukan dalam penelitiannya.

“Model kawasan industri Jababeka ini mengubah kawasan yang tidak bernilai dan lokasinya di pinggiran menjadi kota bercirikan industri. Keberadaannya memangkas ketimpangan daerah pinggiran dengan Kota Jakarta,” jelasnya.

Dari hasil paparan disertasinya, Sujarwanto dinyatakan lulus dengan nilai sangat memuaskan. Ia tercatat menjalani studi program doktoral selama enam tahun dan 10 bulan dengan nilai rata-rata komulatif 3,75.

“Selaku promotor, saya ikut tegang saat ujian ini. Dari hasil ujian, promovendus ternyata memang layak jadi doktor,”sebut promotornya, Prof Dr Sri Suwitri. (jon)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!