- iklan atas berita -

Metro Times (Purworejo) Pasar Baledono Purworejo hingga saat ini dinilai masih sepi pengunjung. Pada Lebaran yang biasanya menjadi ajang peningkatan para pedagang saja, tingkat kunjungan tidak naik secara signifikan.

Dibandingkan Lebaran tahun 2018, dalam kunjungan lebaran tahun ini jauh lebih rendah. Pedagang tidak habis pikir dengan kejadian tersebut. Mereka meminta agar Pemerintah Kabupaten memberikan solusi tepat agar pasar dapat ramai seperti dulu.

Mbah Narti (64), salah satu pedagang yang berjualan bumbu dapur di lantai 2 menyebut, sepinya masyarakat untuk menyambangi pasar karena Pemerintah Kabupaten (Pemkab) tidak tegas. Pemkab dinilai melakukan pembiaran terhadap pedagang kaki lima yang cukup marak di sekitar Jalan Ahmad Yani maupun Terminal Kongsi.

“Pemerintah itu lembek, katanya mau meramaikan pasar, tapi nyatanya warga yang datang ya biasa-biasa saja,” sebut Mbah Narti, Rabu (19/6/19).

Menurutnya, dengan berjualan dengan jenis yang sama, pedagang kaki lima di Jalan Ahmad Yani maupun Terminal Kongsi relatif dapat memetik keuntungan. Warga tidak perlu repot parkir dan dapat langsung mendapati pedagang.

ads

Dari sekian pembeli, Mbah Narti sempat menanyakan penyebab warga memilih tidak membeli di kiosnya. Alasan yang disampaikan, karena untuk naik ke lantai 2 cukup berat.

“Katanya dibandingkan pasar yang dulu, lantai 2 sekarang lebih tinggi. Jadi lebih cepat capai,” ujarnya.

Pedagang lain yang enggan disebut namanya mengatakan banyak di antara rekan pedagang Baledono yang memanfaatkan lapak di lantai 2 sebagai gudang. Sedangkan mereka berjualan di Jalan Ahmad Yani ataupun Terminal Kongsi.

“Jadi yang lapak yang ada di Baledono ini ya tetap dibayar (retribusinya). Tapi mereka jualannya di pinggir jalan,” katanya.

Sementara itu, Dosen Administrasi Bisnis Politeknik Sawunggalih (Polsa) Kutoarjo, Agus Fitri, berpendapat perlu adanya langkah-langkah bijak dari Pemkab untuk mengatasi permasalahan Pasar Baledono. Menurutnya, persoalan yang ada ini pun sebenarnya tidak hanya dialami oleh Baledono, melainkan hampir semua pasar tradisional.

“Kebetulan saya tinggal di Kutoarjo dan biasa mengamati Pasar Kutoarjo pun kondisinya relatif sama. Lebaran yang jadi ukurannya, lebaran kali ini pun jauh lebih sepi dbanding tahun lalu,” ungkap Agus yang juga pemerhati UMKM ini.

Agus menilai ada pergeseran budaya dari masyarakat seiring kemajuan teknologi. Banyak masyarakat yang mengabaikan komunikasi langsung dengan penjual untuk mencukupi kebutuhan yang diinginkan.

“Sekarang orang berusaha itu tidak perlu lapak atau kios. Ada teman saya yang bisa menjual lebih dari 100 pieces baju dalam Lebaran lalu. Dia tidak punya lapak atau kios. Dan pembayaran dilakukan secara COD (cash on delivery),” jelasnya.

Diapun sempat melakukan test case terhadap mahasiswanya. Satu pertanyaan yang diajukan adalah seberapa sering mereka datang ke pasar tradisional untuk membeli sesuatu. Ternyata sebagian besar memilih membeli secara online untuk kebutuhan-kebutuhannya.

“Melihat fenomena yang ada, memang untuk menggairahkan kembali masyarakat datang ke Pasar Baledono ya butuh terobosan. Katakan di lantai 2 itu diberikan food court atau wahana permainan anak, ataupun apalah yang bisa menarik masyarakat. Pemkab bisa mengkerjasamakan itu dengan pedagang atau pihak ketiga lain,” saran.

Agus yang juga Ketua Gerakan Kewirausaahaan Nasional Cabang Purworejo ini secara khusus menyampaikan bahwa perosoalan masih sepinya Pasar Baledono sebenarnya tidak dapat langsung disalahkan kepada Pemerintah Kabupaten Semata. Pihaknya melihat Pemkab sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun, secara kebetulan Pasar Baledono bisa mulai digunakan setelah muncul pergeseran budaya membeli dari masyarakat. (dnl)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!