- iklan atas berita -

Metro Times (Purworejo) Perjuangan hidup cukup berat dialami oleh Marsono (42), warga Dusun Buntit RT 001 RW 008 Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo. Di tengah penderitaannya melawan penyakit dan sulitnya kondisi ekonomi, ia dan keluarganya tidak tersentuh bantuan sosial.

Marsono kini tidak lagi mampu bekerja dan hanya dapat berdiam diri di rumah akibat sakit ginjal yang diderita sejak 2 tahun terakhir. Dalam sepekan ia harus rutin 2 kali cuci darah di RSUD Dr Tjitrowardojo Purworejo.

Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari serta biaya transportasi berobat, Marsono mengandalkan sang istri, Warsini (36), yang hanya menjadi buruh serabutan dengan upah tidak seberapa. Sementara, ibu dari Marsono yang juga tinggal serumah, Wagini (61), tidak dapat berbuat banyak untuk membantu karena hanya mengandalkan hasil dari buruh tani.

Kondisi Marsono mendapat perhatian dari anggota Komisi D Bidang Kesejahteraan Rakyat DPRD Purworejo, Ajeng Dewi Purnamasari SH MH. Saat melakukan kunjungan di desa setempat, anggota dari Fraksi Gerindra ini menyempatkan diri untuk menemui di rumahnya, Minggu (10/2).

ads

“Saya belum bisa bekerja lagi. Untuk kebutuhan sehari-hari cuma mengandalkan istri dan saudara-saudara. Hasil kerja istri kadang habis untuk wira-wiri berobat,” kata Marsono.

Di hadapan Ajeng Dewi, Marsono menceritakan beban berat keluarganya. Pasalnya, di tengah perjuangan melawan penyakit dan himpitan ekonomi, Marsono dan ibunya tidak mendapatkan bantuan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) atau lainnya dari pemerintah.

“Kalau JKN-KIS untuk berobat kami memang dapat meski anak yang paling kecil belum terdaftar. Tapi untuk PKH atau bantuan sosial lain belum dapat karena dulu waktu pertama sakit saya tinggal di rumah istri di Boyolali, dan sekitar 5 bulan ini pindah kesini biar berobatnya dekat.,” sebutnya.

Wagini membenarkan bahwa keluarganya belum pernah menerima PKH. Bantuan pemerintah pernah diterimanya, tetapi sudah cukup lama, sekitar 4 tahun silam, saat ada bantuan langsung tunai (BLT).

Menurutnya, beban keluarga kian berat lantaran dalam waktu dekat anak Marsono yang pertama akan masuk SMP dan anak yang kedua akan mulai TK.

“Saya sampai berpikir, bagaimana kalau nanti anak itu tidak bisa sekolah. Kemarin saja banyak buku tidak bisa terbeli,” ujar Wagini.

Mereka berharap, ada perhatian dari pemerintah untuk memberikan bantuan sosial PKH serta beasiswa.

“Syukur dapat memberikan perhatian untuk kesembuhan anak saya,” ungkapnya.

Mendengar cerita mereka, Ajeng Dewi mengaku prihatin dan berjanji akan berusaha mendorong dinas atau pihak terkait untuk menindaklanjuti. Sambil meneteskan air mata, Ajeng menasihati agar keluarga tetap dapat semangat menyekolahkan anak. Terlebih, saat ini banyak beasiswa yang disediakan pemerintah.

“Kalau untuk biaya sekolah kan sekarang sudah gratis, tinggal nanti untuk keperluan pribadi dan transport. Pokoknya jangan sampai putus sekolah, harus tetap optimis. Insya-Allah nanti untuk beberapa keperluan pribadi seperti tas, buku, atau sepatu saya secara pribadi bisa sedikit membantu,” ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, Ajeng juga memberikan tali asih. “Jangan dilihat nilainya, ini hanya sebagai bentuk empati dan motivasi dari saya, bahwa banyak orang-orang yang akan ikut peduli,” tandasnya. (Daniel)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!