METROTIMES, JATENG – Kami salah satu anak dari Almarhumah Masriyatun, Shandy Rizqia Arifianty, SH menyampaikan bahwa sejak tanggal 11 Juli 2020 Mamah Saya Masriyatun dirawat di RS. Dr Kariadi, kemudian tanggal 16 Juli 2020 dilakukan operasi pengangkatan rahim, ovarium, dan omentum, serta sitologi cairan ascites, kemudian karena terdapat kanker di hati yang tidak terlokalisir untuk diangkat maka perlu dilakukan kemoterapi.
Kemoterapi pertama dilakukan pada tanggal 27 Agustus 2020, kemudian akan dilakukan kemoterapi lagi satu minggu kedepan. Tanggal 3 September 2020 mamah pergi ke RS. Dr Kariadi untuk kontrol dan kemoterapi, sesuai jadwal kontrol pukul 12.00 mamah datang ke Poli Bedah 1 jam sebelum jadwal.
Dokter Residen Bedah baru datang ke Poli pukul 13.35, WIB karena terlalu lama menunggu di Poli Bedah mamah tidak ada kesempatan untuk lanjut kemoterapi karena kesiangan.
Kemudian mamah mengalami nyeri perut hebat lalu dibawa ke IGD, saat skrining covid didapatkan hasil rapid test positif (IgG negatif IgM positif), lalu mamah dirawat di Isolasi IGD dilakukan swab dan hasil baru keluar 2 hari kemudian, sambil menunggu hasil mamah dibawa ke ruang Rajawali 4B keesokan harinya pada tanggal 4 September 2020 sekitar pukul 19.45. Karena peraturan di Ruang Isolasi Rajawali pasien tidak dapat ditunggui oleh Keluarga maka saya menanyakan bagaimana keadaan Mamah saya nanti mengingat Mamah tidak bisa bergerak sendiri dan tidak bisa makan maupun minum sendiri, pihak perawat menjawab bahwa kebutuhan pasien sepenuhnya akan dicukupi 24 jam pada perawat Ruang Isolasi Rajawali.
Pada tanggal 6 September 2020 hasil swab positif dilakukan swab kedua pada hari yang sama. Mamah sempat meminta dijemput pulang karena mendapatkan pelayanan yang buruk, segala kebutuhan mamah tidak dicukupi dalam waktu segera. Saya sudah menjelaskan di awal bahwa mamah tidak bisa makan dan minum sendiri, saat akan dipindah sudah saya bawakan susu ensure yang mana riwayat selama mamah opname hanya bisa minum susu itu pun lewat NGT, tetapi di ruang isolasi mamah diberi makan nasi yang alhasil muntah seketika, kemudian minta dibuatkan susu dari pagi juga tidak dibuatkan, harus meminta-minta terus sampai sore harinya.
Hasil swab kedua, Mamah saya mendapat keterangan langsung dari perawat bahwa hasilnya negatif dan dijelaskan juga melalui pesan Whats-Up antara mamah dan petugas Ruang Rajawali 4B, kemudian mamah langsung dipindah ke Rajawali 6A tanpa konfirmasi kepada pihak keluarga padahal hasil swab kedua dinyatakan negatif. Kenapa pihak RS tidak memindahkan ke ruang biasa atau dipulangkan ke rumah? padahal hasil swab negatif dan KU mamah relatif stabil, jika terlalu lama di RS alm mamah akan meningkatkan resiko terpapar covid mengingat imunitas mamah yang kondisi imun rendah karena latarbelakang penyakitnya yaitu Kanker.
Pada tanggal 11 September 2020. Perawat Ruang Rajawali 6A menghubungi shandy melalui pesan Whats-Up yang menyatakan mamah dalam kondisi menurun dan sedang dalam penanganan pukul 07.22 WIB. Pihak keluarga segara menuju RSDK, sedangkan pada Surat Keterangan Kematian mamah dinyatakan meninggal pukul 07.05. Dalam hal ini keluarga tidak diberi kabar meninggal tetapi sedang dalam penanganan.
Yang sangat disayangkan kenapa pihak keluarga tidak diberi kabar saat mamah dalam keadaan kritis tetapi diberi tahu setelah sudah meninggal.
Selama diisolasi hasil swab yang sudah dikeluarkan oleh pihak rumah sakit dinilai tidak transparan. Pasalnya, swab yang dilakukan mamah saya (M) saat diisolasi dilakukan sebanyak 2 kali, namun sangat disayang sampai pasien dinyatakan meninggal hasil swab yang kedua tidak pernah ditunjukan bahkan tidak diberitahukan ke pihak keluarga.
“Hasil swab pertama terkonfirmasi covid-19 disampaikan oleh Perawat Ruang Rajawali 4B terhadap adik saya ( shania ) sedang yang kedua tidak disampaikan dan tidak ditunjukan sama sekali.
Hasil whatsup pasien dengan paramedis
Terlampir.
Kami menyesalkan seharusnya dokumen hasil pemeriksaan atau isi dari rekam medis tersebut merupakan milik pasien yang dibuat dalam bentuk ringkasan rekam medis dan dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pihak keluarga pasien.
Hal yang sampai detik ini menjadi pertanyaan bagi kami adalah ;
1. Kenapa pihak keluarga tidak diberi kabar saat mamah dalam kondisi kritis, tetapi diberitahu setelah mamah sudah meninggal?
2. Kenapa hasil swab pertama dan kedua tidak dapat di serahkan pada keluarga alm Masriyatun? Ketika dikonfirmasi hanya bisa diberikan surat keterangan saja
3. Kenapa papah kami ( M.Aksan, SIP, MP ) ikut dalam prosesi pemulasan jenazah mamah Masriyatun? Apakah hal tersebut sesuai dengan S.O.P pemulasan covid?
4. Kenapa selama di ruang isolasi mamah tidak mendapatkan pelayanan yang cepat mengingat pasien adalah tanggungjawab perawat selama 24 jam selama keluarga pasien tidak boleh mendampingi?
Sampai dengan hari ini rabu 16 September 2020 yang membuat rekam medis kepala ruang Muji Astuti,S.Kep. Ns, tidak bisa kami temui karena sedang rapat menurut perawat yang bertugas, begitu juga dokter penanggung jawab dr Farida, Sp.PD kami tidak diperkenankan untuk menghubungi beliau.
Perlu pembenahan Tata kelola dan kontrol sumberdaya dalam penanganan pasien.
Perlu adanya sanksi kesalahan dalam pengelolaan yang terstruktur ditubuh rumah sakit.
Kami menyayangkan seharusnya jika dinyatakan hasil swab kedua negatif tentunya pasien bisa segera dipindah ke ruang biasa atau dipulangkan agar dapat ditunggui oleh anak-anaknya, sebagai kesempatan di
akhir hayatnya kami bisa merawat, berbhakti, dan mendengar wejangan pesan dari sang ibu sebelum ajal tiba.
Kami menunggu jawaban surat terbuka dari pihaK RS. Dr Kariadi 2 hari sejak surat terbuka dibuat. Terimakasih.
Slawi , 16 September 2020
Yang menyatakan
An. keluarga almarhumah Masriyatun.
1.Shandy Rizqia Arifianty, SH.
2.Shantika Afny Varren, SH.
3. Shania Bil Qisthy.
Tembusan : disampaikan kepada YTH.
1. Presiden RI
2. Menteri Kesehatan RI.
3. Komisi IX DPR RI.
4. Gubernur Jawa Tengah.