
Metro Times (Semarang) Dokter umum di salah satu klini di Ngaliyan, Semarang, Alexander Alif Numan, menjalani sidang perdana dakwaan perkara dugaan penggelapan di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Maju Makmur Sejahtera hingga mencapai Rp 780juta, dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
Dalam dakwaanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Semarang, Didik Sudarmardi, menjerat terdakwa dengan dua pasal sekaligus. Yakni, Pasal 378 KUHP. Atau kedua perbuatan terdakwa sebagaimana di atur dan di ancam pidana dalam Pasal 372 KUHP. JPU menilai akibat perbuatan terdakwa tersebut mengakibatkan KSP Maju Makmur Sejahtera mengalami kerugian sebesar kurang lebih Rp 780juta dan tidak bisa melakukan eksekusi atas jaminan dengan cara melakukan pelelangan terhadap tanah dan bangunan sesuai 3 SHGB yang telah diagunkan oleh terdakwa tersebut.
Selain itu terdakwa juga merugikan saksi Nurul Hajar Nuzulia sebesar Rp 400juta, karena sudah melakukan jual beli dengan mendapatkan akta jual beli namun tidak bisa memiliki sertifikat tanah tersebut untuk diurus menjadi Sertifikat Hak Milik.
Adapun kejadiannya bermula pada 30 Maret 2016, terdakwa mengajukan pinjaman dengan ke KSP Maju Makur Sejahtera di Jl.Fatmawati No.29 A Semarang dengan agunan 2 sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor : 2670 dan Nomor : 02785 kesemuanya atas nama terdakwa. Atas pengajuan pinjaman tersebeut kemudian 31 Maret 2016 disetujui dan cair pinjaman sebesar Rp.700juta dan disepakati pinjaman dengan sistem musiman jangka waktu 6 bulan sehingga jatuh tempo dari 30 September 2016 dan uang pinjaman tersebut akan dipergunakan untuk membangun rumah diatas SHGB tersebut dan nantinya rumah tersebut akan terdakwa jual kembali.
“Pada saat terdakwa mengajukan pinjaman tersebut terdakwa menemui saksi Tegoeh Waloeja dan mengatakan agar terhadap 2 SHGB yang dijadikan agunan tersebut untuk tidak dipasang Hak Tanggungan karena sudah ada calon pembelinya dan atas perkataan tersebut, kemudian saksi Tegoeh percaya dan tidak memasang Hak Tanggungan,”kata Jaksa Didik, dipersidangan, kemarin.
Setelah jatuh tempo pelunasan ternyata terdakwa belum melakukan pelunasan dan mengajukan perpanjangan pinjaman musiman lagi. Atas permohonan perpanjangan pinjaman tersebut disetujui pada September 2016 sesuai Akta Perjanjian Pinjaman dan Akta Perjanjian Pinjama. Pada saat terdakwa mengajukan perpanjangan pinjaman tersebut kembali terdakwa mengatakan kepada saksi Tegoeh untuk tidak memasang Hak Tanggungan dengan alasan sudah ada calon pembelinya dan saksi Tegoeh kembali percaya dan tidak memasang Hak Tanggungan terhadap 3 SHGB tersebut.
“Sampai jatuh tempo 30 Maret 2017 terdakwa tidak melakukan pelunasan dan ketika dilakukan penagihan terdakwa selalu berjanji akan melunasi namun hanya janji-janji palsu dan perkataan bohong belaka karena hingga saat ini terdakwa belum melunasi pinjamannya tersebut, “tandasnya.
Kemudian, saksi Tegoeh Waloeja dan Anugrah Widya Pramono melakukan pengecekan ke lokasi tanah dan bangunan sesuai 3 SHGB yang diagunkan ke Koperasi dan dari hasil pengecekan ternyata sudah dijual ke orang lain diantara kepada saksi Nurul Hajar Nuzulia. Akhirnya terdakwa mengaku telah menjual tanah dan bangunan yang 3 SHGB nya telah diagunkan ke koperasi.
“Uang hasil penjualan tanah dan bangunan tersebut kemudian tidak terdakwa pergunakan untuk melunasi pinjamannya di KSP Maju Makmur Sejahtera sesuai janjinya melainkan telah terdakwa pergunakan untuk kepentingan terdakwa sendiri,”sebut jaksa.
Usai sidang perdana, Manajer KSP Maju Makmur Sejahtera, Tegoeh Waloeja, menjelaskan permasalahan bermula saat terdakwa yang merupakan anggota koperasinya meminjam dana di koperasinya yang terletak di jalan Fatmawati nomor 29 Semarang, sebesar Rp 780juta, kemudian dijaminkan 2 sertifikat rumah. Namun pengikatannya melalui SKMHT (surat kuasa memasang hak tanggungan) dengan asumsi rumah tersebut dapat segera laku dijual, sehingga segera memberikan pelunasan.
“Kemudian dilakukan perpanjangan, tapi ternyata terdakwa juga belum bisa melunasi hutangnya dalam waktu musiman 6 bulan. Akhirnya diberi kompensasi, tapi 6 bulan berikutnya ndak bisa bayar lagi, termasuk bunganya,”kata Tegoeh Waloeja.
Selanjutnya, dipertengahan jalan dialihkan ke orang lain, dengan cara meminjam sertifikat yang dijaminkan untuk dilihatkan ke pembeli. Tapi berjalannya waktu, ternyata sudah di jual ke pihak lain, terkait jaminan tersebut dan sudah dilakukan pemecahan dari dua sertifikat menjadi tiga sertifikat. Pihaknya merasa kecewa karena tak juga melunasi ke koperasi. Dengan demikian, ia menggap terdakwa melakukan penggelapan.
“Saya pahamnya pas mau lihat jaminan, ternyata sudah ada orang yang mengaku membeli. Kemudian kami laporkan kasusnya, karena terdakwa tidak melunasi, tidak memasang hak tanggungan, barang jaminan sudah dijual ke orang lain dan ditempati ke orang lain,”tandasnya. (jon)