
MetroTimes (Sidoarjo) — Polemik sengketa lahan seluas 98.468 m² di RT 9, RW 3, Tambak Oso, Sidoarjo, kembali memanas setelah Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo kembali menunda proses eksekusi untuk kedua kalinya. Penundaan ini terjadi di tengah gelombang solidaritas ribuan warga dari berbagai daerah yang datang langsung ke lokasi untuk mendukung pemilik lahan sah, Miftahur Roiyan dan Elok Wahibah, sebagaimana telah ditetapkan dalam putusan hukum yang berkekuatan tetap (inkracht).
Koordinator Aliansi Anti Mafia Tanah Jawa Timur, Andi Fajar Yulianto, dalam pernyataannya menegaskan bahwa penundaan eksekusi bukan akhir perjuangan, melainkan momen untuk terus mengawal proses hukum dan meminta negara hadir menegakkan keadilan.
“Berprinsip tidak ada eksekusi, kami akan pertahankan karena kami punya hak hukum dan tentunya kami harapkan di sinilah negara hadir. Secara yuridis kami punya hak konstitusional,” tegas Andi Fajar.
Menurut Andi, sengketa ini memiliki kompleksitas hukum karena melibatkan dua produk putusan dari Pengadilan Negeri Sidoarjo, yakni perkara perdata dan pidana, dengan objek sengketa yang sama. Meski putusan perdata sudah inkracht dan memungkinkan untuk dilakukan eksekusi, namun putusan pidana No. 236/Pid.B/2022/PN Sda menyatakan bahwa proses perolehan tanah tersebut terbukti dilandasi rangkaian tipu muslihat.
“Dalam pertimbangan majelis hakim perkara pidana, transaksi jual beli dianggap tidak terang dan tidak jelas, dan Agung Wibowo dinyatakan bersalah karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penipuan atas rangkaian transaksi tanah ini,” jelasnya.
Putusan pidana tersebut juga memuat perintah agar tiga sertifikat tanah yang kini disengketakan dikembalikan kepada pemilik sah, yakni Miftahur Roiyan dan keluarganya.
Lebih lanjut, Andi mengkritik proses pemberitahuan eksekusi yang dinilainya cacat formil. Surat pemberitahuan baru diterima secara fisik oleh pihak keluarga pada pukul 10.00 WIB pagi hari eksekusi, sementara surat tersebut bertanggal 12 Juni dan baru diterima oleh Kepala Desa setempat pada 17 Juni sekitar pukul 14.00 WIB.
“Dari sisi kepatutan dan tata aturan bersurat, ini menyalahi aturan. Surat pemberitahuan cacat formil, sehingga seharusnya tidak ada dasar eksekusi hari ini,” tegasnya.
Ribuan warga yang hadir dari Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Mojokerto hingga Bali tetap bertahan di lokasi, sebagai bentuk solidaritas atas dugaan perampasan hak milik. Mereka menilai perjuangan ini adalah upaya menegakkan kebenaran di tengah dugaan praktik mafia tanah yang makin merajalela.
Andi Fajar juga menambahkan bahwa pihaknya akan segera melakukan langkah-langkah strategis, termasuk mendorong keterlibatan Komisi III DPR RI dan Kejaksaan untuk menindaklanjuti putusan hukum dan memastikan pengembalian sertifikat kepada pemilik yang sah.
“Kami percaya, negara tidak boleh absen dalam persoalan ini. Kami meminta negara hadir dan memposisikan perkara ini secara proporsional. Jangan sampai keadilan kalah oleh tipu muslihat,” pungkasnya.
(nald)