- iklan atas berita -

METRO TIMES (Jakarta)-Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) telah disahkan menjadi undang-undang pada 6 Desember 2022 yang lalu. Senin, 12 Desember 2022

Respon publik baik dari dalam maupun luar negeri pasca pengesahan RUU KUHP tersebut terus bergulir, oleh karenanya memerlukan penjelasan lebih lanjut terutama terkait landasan filosofis dan sosiologis lahirnya KUHP.

Terkait hal tersebut, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko menyampaikan bahwa KUHP menjadi penanda bahwa Indonesia saat ini telah mencapai milestone baru dalam ikhtiarnya menjadi bangsa yang berdaulat dan beradab.

“77 Tahun sudah Indonesia merdeka, baru sekarang lah Indonesia memiliki kodifikasi hukum pidananya sendiri yang merefleksikan nilai-nilai Indonesia, hak asasi manusia, hingga paradigma pemidanaan yang modern, jauh meninggalkan paradigma KUHP lama zaman Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda.” ucap Moeldoko.

Senada dengan Kepala Staf Kepresidenan, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Andi Widjajanto turut menyoroti reaksi beberapa perwakilan negara asing dan organisasi internasional tertentu terkait KUHP.

ads

“Secara geopolitik, pasca pengesahan KUHP Indonesia perlu menegaskan otonomi strategis (Strategic Autonomy) Indonesia. Hal demikian diperkuat dengan mematahkan intervensi asing terhadap kedaulatan hukum Indonesia.”

Gubernur Lemhannas lebih lanjut mengemukakan bahwa pihak-pihak tersebut harus menerima dan memahami evolusi pembangunan hukum Indonesia.

“Pembangunan hukum di Indonesia telah dilakukan dengan mengadopsi perkembangan paradigma hukum pidana modern serta memperhatikan kebutuhan untuk memperkuat konsolidasi demokrasi di Indonesia.” ungkap Andi.

Pada kesempatan yang sama, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani mengungkapkan bahwa secara pragmatis tentu dalam setiap produk hukum yang dilahirkan akan ada perbedaan pandangan yang mewarnai dinamika seputar produk hukum tersebut.

Untuk itu Jaleswari menekankan bahwa sebagai negara hukum dan demokrasi, Indonesia sudah memiliki mekanisme untuk menyelesaikan berbagai perbedaan pandangan tersebut.

“Kita sudah memiliki mekanisme yang berbasiskan pada prinsip negara hukum dan demokrasi dalam menyelesaikan perbedaan pandangan terkait dengan produk hukum berupa undang-undang melalui koridor Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. Pemerintah tentu akan menghormati proses hukum tersebut, bila kemudian ada bagian dari kelompok masyarakat yang menguji KUHP ke Mahkamah Konstitusi” tutup Jaleswari.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!