MetroTimes (Surabaya) – CW (14), siswa kelas IX di sebuah SMP Negeri di Kecamatan Pabean Cantikan, Surabaya, melaporkan kasus bullying yang dialaminya sejak kelas VII ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak pada 1 Oktober lalu. Namun, langkah beraninya tersebut justru berujung pada dugaan intimidasi dari pihak sekolah.
Menurut Johan Widjaja, pengacara CW, setelah melapor, CW dipanggil oleh guru bimbingan konseling (BK) dan Wakil Kepala Sekolah. Di sana, ia diminta mencabut laporan tersebut. Ketika CW menolak, ia dicap egois dan disebut mencemarkan nama baik sekolah.
“Bahkan pihak sekolah menyebut CW seperti hama karena dianggap merusak nama baik sekolah. Mereka juga mencoba menyuap CW dengan uang Rp500.000 agar mau mencabut laporan,” ungkap Johan.
Johan menjelaskan bahwa bullying yang dialami CW berlangsung bertahun-tahun. Selain diejek karena bicaranya gagap, CW menjadi korban kekerasan fisik dari enam teman sekelasnya, yang kerap memukul, menendang, hingga mengancam menggunakan pisau.
“Saat berenang, ada tuduhan CW dipermalukan dengan direndahkan secara fisik. Tapi pernyataan teradu berbeda. Kami masih tunggu hasil investigasi,” kata Gandang, Penyidik PPA Polres Tanjung Perak.
Menurut pihak sekolah, enam siswa teradu sudah diberi sanksi belajar di ruang BK selama dua minggu. Namun, CW tetap merasa tak nyaman karena kelasnya tak pernah dipisah dari para pelaku.
Kasus ini kini dalam penyelidikan, dan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) akan mempertemukan CW, pihak sekolah, dan keenam siswa yang teradu untuk mencari titik terang. Polisi berharap pertemuan tersebut dapat mengungkap fakta sebenarnya dan memberikan keadilan bagi semua pihak.
(nald)