Metro Times (Purworejo) Di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, ada seorang gadis tangguh dimana ditengah keterbatasan dan kesibukanya mengenyam pendidikan dia masih harus membantu sang nenek mencari nafkah serta merawat dua pamanya yang sakit lumpuh serta seorang sepupu yang masih duduk di Sekolah Dasar (SD).
Adalah Salsabila Putri Aulia, siswi kelas XII SMK Negeri 8 Purworejo. Masa remaja semestinya menjadi momentum dimana seorang anak fokus belajar untuk merakit masa depan. Namun tidak bagi Salsabila. Diusianya yang masih belia dia harus memikul beban ganda, yakni mempersiapkan masa depan sekaligus menjaga kelangsungan hidup nenek, dua paman serta adik sepupunya.
Ibunya bernama Catur Nur Fiddina, telah meninggal dunia sejak ia masih balita tepatnya saat dia berusia 2,5 tahun. Dia pun tak tahu dimana gerangan ayahnya saat ini, karena sejak lahir dia belum pernah melihat wajah sang ayah.
Sejak ibunya meninggal, dia diasuh sang nenek di Dusun Krajan Desa Tegalkuning, Kecamatan Banyuurip, Purworejo. Ujian datang silih berganti, semua itu dia hadapi bersama sang nenek dengan ikhlas dan lapang dada.
Tak nampak sedikit pun kesedihan dari wajah Salsabila saat sejumlah awak media menemui dan berdiskusi dengannya di sekolah pada Kamis (23/11/2023). Kesedihan itu ia simpan secara rapi dibenaknya sedangkan wajahnya memancarkan senyum ceria.
“Memang Salsabila ini tidak mau orang lain tahu kesulitan yang dihadapi. Kalau ada masalah dia memilih curhat sama guru BK. Di sekolah dia selalu menunjukan wajah yang ceria,” kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMK Negeri 8 Purworejo, Setio Erna.
Dia juga menjelaskan, Salsabila merupakan salah satu siswa yang cukup aktif di sekolah. Selain OSIS, dia pun aktif di kegiatan ektra kurikuler yang lain diantaranya Hastapala yakni organisasi pencinta alam di sekolah tersebut.
Salsabila menceritakan bahwa setiap hari dia harus bangun pagi untuk memasak, cuci piring, merawat paman serta mempersiapkan adik sepupunya yang masih duduk di kelas IV SD untuk bersekolah. Sebelum berangkat ke sekolah dia harus mamastikan bahwa seluruh pekerjaan di rumah selesai, termasuk merawat ayam-ayam milik pamannya.
“Kalau cuci baju, biasanya sore. Untuk sore hari kadang juga harus masak kalau sayur sudah habis. Kalau masih ada lauk paling cuma masak nasi,” ujar Salsabila.
Dua pamanya didiaknosa dokter mengidap penyakit dystonia yang mengakibatkan syaraf, otot dan tubuhnya melemah. Penyakit serupa juga dialami seorang pamanya yang sudah meninggal.
“Dulu pakde, sebelum meninggal pakde yang rawat juga saya sama mamak (nenek). Sekarang paman, dua orang yang mengalami penyakit yang sama. Kalau makan, mamak yang biasanya suap, saya bagian masak cuci baju, termasuk cuci lemeknya paman,” kata dia.
TULANG PUNGGUNG KELUARGA
Di rumah, hanya Salsabila serta nenek yang sudah renta yang kini menjadi tulang punggung sehigga tidak banyak uang yang bisa mereka dapat untuk menafkahi seluruh anggota keluarga. Saat masih SMP Salsabila sempat berjualan nasi bungkus, dia juga sempat berjualan sosis bakar yang dititipkan di kantin sekolahnya saat ini.
Kini bersama nenek yang sudah berusia lebih dari 70 tahun itu dia hanya bisa menjalankan usaha produksi keripik pare serta renggenan beras ketan. Hasilnya tak menentu serta jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terkadang dia harus berutang ditukang sayur keliling di lingkunganya
“Kalau untuk sayur kadang saya minta di tetangga. Kan tetangga tanam sendiri, seperti daun singkong dan bayam, kalau diminta sedikit pasti mereka kasih,” ujarnya lagi.
Salsabila mengutarakan bahwa adik dari mendiang ibunya saat ini merantau ke Hongkong sebagai pekerja migran. Sebelumnya, sang tante rutin kirim uang untuk membantu kebutuhan ekonomi keluarga, namun sudah sejak Ramadhan tahun lalu loskontak.
“Adik sepupu yang masih SD di rumah itu anaknya tante itu. Sejak bayi dia tinggal sama kami, karena ibunya merantau keluar negeri,” imbuh Salsabila.
Hanya satu keinginan Salsabila Putri saat ini, yakni segera lulus sekolah agar bisa bekerja mencari nafkah untuk nenek, dua paman serta adik sepupunya. Setelah lulus, siswi jurusan tata busana itu pun berharap memperoleh pekerjaan yang layak di Purworejo karena dia tak mau jauh dari keluarganya.
“Kalau saya kerja di luar, siapa yang mau rawat paman sama adik. Apalagi mamak (nenek) sudah semakin sepuh,” tutup Salsabila.
TAK ADA BULLYING DI SEKOLAH
Guru BK Kelas XII, SMK Negeri 8 Purworejo Esty Yuwanti menegaskan bahwa tidak ada bullying atau perundungan yang dilakukan siswa di sekolah tersebut terhadap Salsabila. Menurutnya Salsabila adalah anak yang aktif dan sangat akrab dengan teman-temanya yang lain.
“Salsabila memang sempat bilang, dulu waktu masih SMP iya pernah dapat perlakuan bullying dan itu pun ia anggap hal bisa. Tidak dianggap sebagai permasalahan, waktu itu dibully karena matanya sipit, kalau tertawa itu matanya tertutup. Jadi bukan soal dia jualan nasi bungkus,” sebut Esty.
Untuk kegiatan berjualan, di SMK Negeri 8 Purworejo bukan hanya Salsabila yang menjalankan aktifitas itu. Hal yang sama pun dilakukan siswa yang lain. Disebutkan bahwa hal itu memang anjuran pihak sekolah untuk melatih jiwa interpreneurship para siswa.
BIAYA SEKOLAH GRATIS
Esty juga menyebutkan bahwa SMK Negeri 8 sudah menerapkan sekolah gratis sejak beberapa tahun lalu. Pihaknya memastikan tidak ada biaya yang dibebankan kepada Salsabila.
Disisi lain, Salsabila merupakan siswa penerima program indonesia pintar (PIP). siswa kelahiran 26 Agustus 2006 itu rutin menerima bantuan dari Baznas melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ).
“Kita di SMK 8 juga punya program Genota. Ini berupa iuran suka rela dari para guru untuk membantu anak-anak kurang mampu di sekolah ini,” pungkasnya.(dnl)