- iklan atas berita -

 

MetroTimes (Surabaya) – Ribuan warga, sekitar 1.100 hingga 1.200 orang, berkumpul dalam aksi damai untuk menuntut hak atas tanah di Jalan Gajah Putih, Tambak Oso, Sidoarjo, yang diduga telah diserobot secara ilegal. Aksi ini merupakan buntut dari konflik panjang terkait kepemilikan lahan yang melibatkan berbagai pihak, termasuk Tauroyan, Elok Wahibah, dan PT Kejayaan Mas.

Andi Fajar Yulianto, S.H., M.H., Kuasa Hukum & Koordinator Aliansi Anti Mafia Tanah Jawa Timur

Andi Fajar Yulianto, S.H., M.H., Kuasa Hukum & Koordinator Aliansi Anti Mafia Tanah Jawa Timur memaparkan bahwa permasalahan bermula sejak tahun 2015 ketika tanah seluas 98.468 meter persegi yang terdiri dari tiga sertifikat (SHM No. 931, No. 657, dan No. 656) atas nama Miftahur Roiyan dan Elok Wahiba
tersebut ditransaksikan dalam rencana jual beli kepada PT. Sipoa Internasional dengan harga Rp196 miliar. Namun, transaksi tersebut gagal bayar pada tahun 2017, yang kemudian dibatalkan. Selanjutnya, tanah tersebut kembali diperantarai oleh Agung Wibowo kepada pihak lain dengan estimasi harga Rp225 miliar, tetapi transaksi kedua ini juga mengalami gagal bayar.

Lanjut Andi Fajar, Karena berulang kali gagal bayar, pihak pemilik tanah semula melakukan somasi dan gugatan perdata. “Sebuah kesepakatan perdamaian dicapai, memberikan Agung Wibowo prioritas sebagai pembeli dalam jangka waktu enam bulan. Namun, setelah periode tersebut berakhir tanpa pembayaran, somasi kembali diajukan, dan Agung Wibowo mengundurkan diri dari transaksi,” ujarnya.

“Masalah semakin rumit ketika ditemukan bahwa dalam proses pembatalan perjanjian transaksi di notaris pada 10 Januari 2016, terjadi dugaan penyelundupan formulir yang berisi PBJP (Perjanjian Jual Beli) dan surat kuasa tanpa sepengetahuan Miftahur Roiyan dan Elok Wahiba. Akibatnya, sertifikat tanah yang semula dititipkan di notaris dikembalikan, namun setelah dicek di BPN, sertifikat tersebut telah beralih nama menjadi PT Kejayaan Mas dalam bentuk SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan),” cetusnya.

ads

Sehingga menurut Andi Fajar, Atas dugaan penipuan ini, kasus pidana diajukan, dan pengadilan memutuskan bahwa sertifikat tanah tersebut harus dikembalikan kepada pemilik semula, yakni Miftah Royan dan Elok Wahibah. Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) setelah melalui proses banding, kasasi, bahkan Peninjauan Kembali (PK). Namun, hingga kini, Kejaksaan Negeri belum melaksanakan putusan tersebut.

Selain kasus pidana, proses hukum perdata juga berjalan dengan hasil yang saling bertentangan. Meskipun pihak pemilik tanah menang di pengadilan tingkat pertama, pihak lawan memenangkan gugatan di Pengadilan Tinggi dan terus berlanjut hingga PK. Perbedaan asas pembuktian antara pidana yang bersifat material dan perdata yang bersifat formil menjadi sumber kekosongan hukum yang membingungkan.

“Kami hanya menuntut hak kami dikembalikan. Putusan pidana sudah jelas, bahwa sertifikat harus dikembalikan. Namun, Kejaksaan belum juga melaksanakan kewajibannya,” tegas Andi Fajar Koordinator Aliansi Anti Mafia Tanah Jawa Timur.

Massa menegaskan bahwa aksi ini dilakukan secara damai, santun, bersih, dan tertib. Namun, mereka juga menyatakan kesiapan untuk menduduki objek tanah tersebut jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Mereka menolak eksekusi atas dasar putusan perdata yang menurut mereka cacat hukum karena didasarkan pada rangkaian peristiwa yang melibatkan penipuan.

“Jika Kejaksaan tidak segera mengembalikan hak kami, kami akan menduduki tanah tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan ini,” tambahnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Kejaksaan Negeri dan Pengadilan Negeri Sidoarjo terkait tuntutan massa tersebut. Massa berjanji akan terus memperjuangkan hak mereka hingga keadilan benar-benar ditegakkan.

(nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!