
MetroTimes (Surabaya) — Dalam upaya memperkuat ekosistem logistik nasional yang modern, efisien, dan berbasis prinsip halal, STIAMAK Barunawati Surabaya menggelar Seminar Nasional bertajuk “Smart and Halal Supply Chain: Kolaborasi Strategis untuk Ketahanan Rantai Pasok Nasional”. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan pemerintah, akademisi, operator pelabuhan, dan asosiasi logistik.

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur, Dr. Ir. Nyono, S.T., M.T., dalam sambutannya menegaskan komitmen Pemprov Jatim untuk memperkuat peran pelabuhan pengumpan regional melalui desentralisasi pengelolaan.
“Dari 14 pelabuhan pengumpan regional, baru 4 yang diserahkan ke Pemprov. Kami mendorong 10 pelabuhan lainnya segera diserahkan agar bisa kami revitalisasi melalui APBD dan kerja sama swasta,” ujar Nyono.
Lebih jauh, ia menyampaikan bahwa Pemprov telah memulai pengembangan kawasan industri halal di Sidoarjo dan tengah menyiapkan infrastruktur pelabuhan yang mendukung distribusi halal secara end-to-end.

Sementara itu, Ketua DPW ALFI Jawa Timur, Sebastian Wibisono, menyatakan dukungannya terhadap kebijakan pelimpahan pelabuhan ke daerah, khususnya untuk meningkatkan konektivitas logistik ke wilayah terpencil.
“Kami menyambut baik pengelolaan pelabuhan oleh daerah, terutama untuk mendukung angkutan barang ke pulau-pulau yang selama ini belum terjangkau. Tentu hal ini juga akan memperkuat supply chain nasional,” jelasnya.
Namun, Sebastian juga menyoroti pentingnya panduan teknis yang jelas terkait logistik halal. Menurutnya, asosiasi logistik membutuhkan kejelasan regulasi untuk memastikan barang halal dapat terjamin dalam proses distribusinya.

Ketua STIAMAK Barunawati Surabaya periode 2024–2028, Dr. Gugus Wijonarko, MM, menyampaikan bahwa seminar ini merupakan bagian dari riset kolaboratif antara STIAMAK dan dua universitas Malaysia, yaitu UTM dan UTEM. Kolaborasi ini bertujuan untuk mengevaluasi kesiapan Indonesia dalam penerapan smart and halal supply chain.
“Kami akan melakukan survei ke sejumlah pelabuhan di Indonesia, baik yang besar maupun kecil, untuk membandingkan dengan praktik di Malaysia. Harapannya, hasil riset ini akan menjadi dasar rekomendasi kebijakan kepada pemerintah,” ungkap Gugus.
Ia juga menyebut bahwa implementasi smart supply chain harus ditunjang oleh sistem informasi canggih, seperti aplikasi AITOS yang dapat mendeteksi status halal secara real time. Sementara halal supply chain harus dipastikan dari hulu ke hilir, mencakup bahan baku, produksi, distribusi, hingga ke tangan konsumen akhir.
Seminar ini menjadi langkah awal untuk memperkuat sinergi antara regulator, akademisi, dan pelaku industri dalam mewujudkan sistem logistik nasional yang cerdas, transparan, dan sesuai dengan prinsip halal.
(nald)