- iklan atas berita -

Metro Times (Surabaya) – Dua puluh penderita penyakit yang disebabkankan konsumsi rokok di Jawa Timur hari ini berkumpul dan mendeklarasikan diri bergabung dalam Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI).

Aliansi ini mendesak pemerintah untuk segera membebaskan masyarakat Jawa Timur dari bahaya konsumsi rokok.

AMKRI Jawa Timur beranggotakan pasien dari berbagai macam penyakit seperti kanker pita suara, kanker payudara, kanker paru, penyakit stroke, jantung, asma, penyakit kronik paru, dan keluarga korban yang memiliki semangat dan tujuan yang sama dalam pengendalian rokok di Indonesia.
Mereka datang dari berbagai wilayah di Jawa Timur di antaranya Gresik, Siduarjo, Surabaya, dan Tulung Agung.

AMKRI Jawa Timur pada siang ini mendeklarasikan dukungan kepada pemerintah untuk segera meratifikasi Frame Work Convention of Tobacco Control, membuat perda kawasan tanpa rokok, dan menjadikan harga rokok mahal agar tidak dapat dijangkau anak-anak dan masyarakat luas.

ads

Koordinator Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia, Helena Liswardi mengungkapkan, dalam advokasi pengendalian tembakau, salah satu elemen penting sebagai pendorong adalah adanya suara para korban.

Korban rokok adalah saksi mata sekaligus bukti nyata akan bahaya rokok dan efeknya dalam kehidupan para korban, baik dalam kesehatan, hubungan sosial masyarakat, dan keuangan. Untuk itu, para korban harus ikut bersuara keras dalam kampanye pengendalian tembakau. Selain memberi dorongan dan edukasi pada masyarakat, namun juga advokasi terhadap kebijakan.

Helena menjelaskan, pada 22 Oktober 2012, para korban rokok di Jabodetabek yang ingin ikut berjuang bersama dalam gerakan pengendalian tembakau di Indonesia juga telah bersatu sebagai Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI).

Mereka tidak hanya menjadi wakiI lebih dari 200.000 korban meninggal setiap tahun akibat konsumsi rokok namun juga wakil keluarga dan siapa pun yang merasa menjadi korban rokok. Mereka menjadi corong suara korban yang ikut mendorong adanya aturan yang kuat untuk mencegah jatuhnya Iebih banyak korban rokok di Indonesia.

“Untuk itu, AMKRI perlu terus memperluas Iangkahnya untuk menjangkau sebanyak mungkin korban rokok yang selama ini diam dan mengajak mereka untuk bersuara bersama. AMKRI yang selama ini masih bergerak aktif di Jakarta, perlu menjangkau para korban iain di berbagai daerah, salah satunya Jawa Timur.

Di provinsl Inl, teIah teridentifikasi kelompok para korban rokok yang perlu dirangkul dan mendapat penguatan isu pengendalian tembakau sehingga dapat bergerak bersama-sama korban rokok,” ujar Helena.

Olen karena itu, Helena melanjutkan, AMKRI bersama Komnas Pengendalian Tembakau, Tobacco Support Center, dan Universitas Airlangga mengadakan kegiatan pembekalan para korban rokok Jawa Timur dan menampilkan mereka sebagai suara-suara baru dalam upaya pengendalian tembakau dengan memperkenaIkan mereka lewat sebuah kegiatan dekIarasi bersama di hadapan masyarakat umum dan media.

MeIaIui kesempatan ini juga, AMKRI Jawa Timur menyampaikan tuntutan mereka meIalui deklarasi tuntutan bersama yang ditujukan kepada pemerintah:

1. Mendesak pemerintah RI dan DPR RI agar segera membentuk dan menegakkan kebijakan dan tentang pengendaiian rokok.

2. Menolak segala bentuk ikIan, promosi, dan sponsor industri rokok termasuk tanggung jawab sosiai perusahaan (CSR) yang terselubung.

3. Ikut berperan dalam menyampaikan informasi dan edukasi tentang bahaya rokok kepada masyarakat dengan sebenar-benarnya.

4. Menaikkan harga rokok setinggi mungkin sampai tidak dapat dijangkau anak-anak, remaja. dan masyarakat Iuas, terutama keluarga miskin.

Ketua Tobacco Control Support Center, Dr Santi Martini, dr.M.Kes mengakui harga rokok di Indonesia memang terIaIu murah. Ini menyebabkan jumlah perokok pemula diketahui meningkat dari 7,2% pada 2013 menjadi 8,8% pada 2016 (Sirkesnas, 2016). PadahaI sebelumnya, pemerintah meIaIui Kementerian Kesehatan menargetkan penurunan prevalensi perokok anak usia di bawah 18 tahun sebesar 1% setiap tahunnya. Ini menunjukkan, rokok murah juga mendorong anak-anak yang mampu membeii rokok dan dapat teradiksi sehingga menjadi perokok yang tidak dapat berhenti seterusnya.

Berdasarkan riset Atlas Tobbaco, Indonesia menduduki ranking tiga negara dengan jumiah perokok tertinggi di dunia. Jumiah perokok di Indonesia tahun 2016 mencapai 90 juta jiwa. Indonesia sendiri menempati urutan tertinggi prevaiensi merokok bagi laki-Iaki di ASEAN yakni sebesar 67,4 persen.

Kenyataan ini diperparah bahwa perokok di Indonesia usianya semakin muda. Data Komisi Nasional (Komnas) Periindungan Anak menunjukkan jumlah perokok anak di bawah umur 10 tahun di Indonesia mencapai 239.000 orang. 19,8% pertama kali mencoba rokok sebeIum usia 10 tahun, dan hampir 88,6% pertama kaIi mencobanya di bawah usia 13 tahun.

Lebih miris Iagi, sebanyak 84,8 juta jiwa perokok di Indonesia berpenghasilan kurang dari Rp2O ribu per harI. Perokok di Indonesia 70% di antaranya berasal dari kalangan keluarga miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa pada bulan September 2016, rokok adaIah komoditas yang menyumbang kemiskinan sebesar 10,70 persen di perkotaan dan pedesaan.

“Kaiau harga rokok tidak segera dinaikkan, maka Indonesia akan segera menghadapi gangguan ekonomi yang disebabkan menurunnya produktivitas dan membengkaknya anggaran jaminan kesehatan nasIonaI,” ungkap Dr. SantI. (nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!