- iklan atas berita -

Metro Times (Purworejo) Aroma kejanggalan dalam proses pembebasan lahan Bendungan Bener tercium dalam rapat dengar pendapat yang digelar DPRD Kabupaten Purworejo, Senin (6/1) pagi. Dalam kesempatan itu DPRD mengundang perwakilan Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) selaku tim appraisal, BBWSO, BPN serta perwakilan warga terdampak. Sayang, perwakilan KJPP tidak hadir dalam kegiatan tersebut tanpa alasan yang jelas.

Sementara diluar gedung DPRD, ratusan warga dari tujuh desa terdampak tampak hadir menunggu hasil pembahasan sambil membawa poster penolakan hasil appraisal yang menghargai tanah mereka hanya sebesar Rp 59 ribu per meter dan secara bergantian perwakilan warga melakukan orasi menyuarakan isi hati mereka. Puluhan anggota kepolisian tampak berjaga di depan Gedung Alat Kelengkapan DPRD tempat musyawarah tersebut digelar.

Rapat dengar pendapat dipimpin oleh Ketua DPRD Dion Agasi Setiabudi dan didampingi oleh tiga orang pimpinan lainnya serta sejumlah anggota DPRD. Tampak duduk berjajar di kursi pimpinan sidang Kapolres Purworejo yang mengikuti proses pembahasan hingga akhir.

Muhammad Abdullah, salah satu anggota DPRD saat ditemui usai musyawarah mengatakan bahwa dalam pembahasan yang berlangsung hampir 4 jam tersebut pihaknya mencium aroma kejanggalan dalam proses pengadaan tanah.

ads

“BBWSO tadi di akhir-akhir mengatakan bahwa proses appraisal oleh KJPP telah dilakukan pada tahun 2018. Namun kenapa baru hasil appraisal itu baru disampaikan kepada masyarakat di bulan Desember 2019,” katanya.

Menurutnya, hal tersebut telah menyalahi UU nomer 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pasal 37 ayat 1 menyebutkan bahwa paling lama 30 hari setelah tim appraisal menyelesaikan tugasnya dan menyerahkan ke BPN, BPN harus mensosialisasikan kepada masyarakat. Hal tersebut krusial untuk diungkap karena menyangkut keabsahan hasil appraisal.

“Tadi kami kroscek langsung ke BPN, jawabannya lain. Jika benar yang disampaikan BBWSO, berarti hasil penilaian KJPP itu tidak berlaku lagi karena sudah selesai tahun 2018, kenapa baru disosialisasikan akhir 2019. Kita akan lihat dokumennya siapa yang berbohong, apakah BBWSO atau BPN,” tandasnya.

Ketua DPRD, Dion Agasi Setiabudi menyayangkan ketidakhadiran KJPP yang dinilainya memiliki peran penting dalam menentukan harga ganti rugi tanah. Instrumen dan metode yang digunakan seperti apa sehingga bisa muncul harga tanah yang dirasakan sangat rendah itu.

“Kemarin sudah konfirmasi siap hadir namun nyatanya tidak datang. Dalam waktu secepatnya kami akan mengagendakan pertemuan ulang dengan memastikan kehadiran KJPP, BBWSO, BPN serta perwakilan warga kembali agar persoalan ini segera clear,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, perwakilan warga juga meminta pembatalan penandatanganan kesepakatan harga tanah yang dilakukan di Bukit Besek akhir 2019 lalu. Pasalnya, warga merasa bahwa penandatanganan tersebut dilakukan lantaran dilatarbelakangi dengan ketakukan karena warga yang menolak dipersilakan untuk mengajukan keberatan di pengadilan.

Perwakilan BBWSO, Triyanto selaku PPK Bendungan I bersikukuh jika pihaknya telah melakukan proses sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk tuntutan pembatalan kesepakatan serta appraisal ulang juga tidak mungkin lagi dilakukan tanpa ada perintah pengadilan.

“Aturannya bilang begitu. Jika ada putusan pengadilan yang memerintahkan untuk menghitung ulang, akan kami ulangi dengan menganggarkan kembali kegiatan appraisal. Silakan mekanisme tersebut ditempuh agar semua berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku,” tandasnya. (dnl)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!