Surabaya ( MetroTimes )- Surabaya, LPSK – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK ) bertanggung jawab memberikan perlindungan hak-hak lain kepada kekerasan/penyiksaan dimana korban sampai meninggal atau luka berat secara fisik dan psikis. Hal itu sesuai mandat Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Untuk mendukung tugas tersebut, LPSK merasa perlu adanya suatu pola pencegahan dan penanganan saksi dan korban tindak pidana kekerasan/penyiksaan. Untuk itu, LPSK menggandeng Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dalam hal ini melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik ( Bakesbangpol ) Jatim, mengadakan focus group disscussion ( FGD ) yang melibatkan para pemangku kepentingan, aparat penegak hukum, akademi, mediasi massa, serta lembaga swadaya masyarakat ( LSM ). FDG bertujuan mendiskusikan pola penanganan saksi dan korban tindak pidana kekerasan/penyiksaan, khususnya di Surabaya.
“Dilandasi mandat teraebut, LPSK perlu mempunyai suatu pola pencegahan dan layanan bantuan pemenuhan hak saksik dan Korban tindak pidana kekerasan/penyiksaan”, kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai di Surabaya, Selasa ( 12/4 ).
Dalam menangani persoalan hulu dan hilir tindak pidana kekerasan, menurut Semendawai, diperlukan koordinasi yang kuat antar instansi guna menentukan peran dan tanggungjawab setiap lembaga dalam penanganan korban tindak pidana dengan kekerasan , “LPSK sebagai lembaga publik merupakan perpanjangan tangan negara untuk memastikan terpenuhi hak-hak saksi dan/atau korban. LPSK bahu-membahu dengan aparat penegak hukum untuk mewujudkan proses peradilan pidana yang ideal,” Tutur dia
Seperti kasus belakangan ini yang ramai di masyarakat yakni penganiayaan terhadap pekerja rumah tangga di Medan, penganiayaan pekerja rumah tangga oleh majikanya yang merupakan oknum anggota DPR serta yang cupuk menyita perhatian masyarakat yaitu penyiksaan hingga menyebabkan meninggalnya korban aktivis lingkungan di Lumajang.
Semendawai mengatakan, sudah saatnya masyarakat lebih peduli akan pentingnya pencegahan terjadinya tindak pidana kekerasan /penyiksaan. “Dengan adanya kepedulian, tentunya mereka akan merasa diperlukan secara manusiawi dan hak-haknya juga dipenuhi serta merasa mendapatkan perhatian dari negara,” katanya
FGD sendiri berlangsung selama dua hari dengan menampung masukan dari para peserta, yang nantinya akan disusun dalam satu pola pencegahan dan penanganan saksi dan korban tindak pidana kekerasan.