- iklan atas berita -

Jakarta – Kapolri Jenderal Idham Azis mengeluarkan maklumat bernomor: Mak/1/I/2021 tanggal 1 Januari 2021 tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan penggunaan simbol, dan atribut serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI). Maklumat ini keluar sesuai surat keputusan bersama (SKB) enam menteri yang dikeluarkan pada 30 Desember 2020.

Ada empat hal disampaikan Kapolri dalam maklumatnya tersebut. Salah satunya isi maklumatnya meminta masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial yang terdapat di Pasal 2d.

Namun maklumat yang terdapat dalam Pasal 2d itu dinilai mengancam jurnalis dan media yang tugas utamanya adalah mencari informasi dan menyebarluaskannya kepada publik. Insan pers yang tergabung dalam organisasi jurnalis pun menyatakan sikap mengecam maklumat Kapolri khususnya Pasal 2d tersebut.

“Maklumat Kapolri dalam Pasal 2d itu berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat kita sebagai negara demokrasi yang menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi. Soal ini tertuang jelas dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia,” tulis keterangan para jurnalis yang tergabung dalam organisasi tersebut seperti dikutip merdeka.com, Jumat (1/1).

Maklumat Kapolri ini dinilai mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Padahal hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, yang isinya menyatakan “(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”

ads

Isi maklumat Kapolri yang menyatakan akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI dinilai sebagai ‘pelarangan penyiaran’. Aturan itu dianggap bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pers.

Para jurnalis tergabung dalam organisasi itu mendesak Kapolri mencabut pasal 2d dari Maklumat itu karena mengandung ketentuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi. Maklumat itu pun dinilai tak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan Undang Undang Pers.

“Menghimbau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh Undang Undang Pers.”

Isi Maklumat Kapolri

Untuk diketahui, maklumat Kapolri tersebut memuat empat aturan, dalam poin kedua dijelaskan maklumat ini untuk memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat setelah keputusan pemerintah sebelumnya.

“Guna memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat pascadikeluarkan keputusan bersama tentang Larangan Kegiatan, penggunaan Simbol dan atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI),” bunyi point kedua maklumat tersebut.

Sejumlah tujuan dari dikeluarkannya maklumat ini juga disampaikan. Antara lain agar:

a. Masyarakat tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung dan memfasilitasi kegiatan serta menggunakan simbol dan atribut FPI;

b. Masyarakat segera melaporkan kepada aparat yang berwenang apabila menemukan kegiatan, simbol, dan atribut FPI serta tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum;

c. Mengedepankan Satpol PP dengan didukung sepenuhnya oleh TNI–Polri untuk melakukan penertiban di lokasi-lokasi yang terpasang spanduk/banner, atribut, pamflet, dan hal lainnya terkait FPI; dan

d. Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial.

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono menjelaskan maksud diterbitkanya Maklumat Kapolri Jenderal Idham Azis yang sebagai tindak lanjut pelarangan segala kegiatan dan atribut Front Pembela Islam (FPI), oleh pemerintah.

Argo mengatakan bila Maklumat bernomor: Mak/1/I/2021 tanggal 1 Januari 2021 tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan penggunaan simbol, dan atribut serta penghentian kegiatan FPI, sesuai surat keputusan bersama (SKB) enam menteri yang dikeluarkan pada 30 Desember 2020, lalu.

“Ini gunanya untuk memberikan perlindungan serta jaminan keamanan serta keselamatan masyarakat,” kata Argo saat konferensi pers di Mabes Polri, Jumat (1/1).

Selanjutnya, Argo menyebutkan bila maklumat Kapolri tersebut memuat empat aturan, dalam poin kedua dijelaskan maklumat ini untuk memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat setelah keputusan pemerintah sebelumnya.

Argo Yuwono menjelaskan teknis pelaporan yang bisa dilakukan masyarakat. Menurut dia, masyarakat bisa melapor ke institusi Polri di sekitar tempat tinggal. “Laporan bisa di Polsek, bisa di Polres, bisa di Babinkamtibmas bisa berbagai jalur sumber bisa dilakukan,” ungkap Argo.

Argo meminta masyarakat tidak takut melapor. Sebab, Polisi bakal menjamin keamanan pelapor.

“Silakan kalau mau dirahasiakan pelaporannya silakan, yang penting lapornya masuk,” tegasnya.

Disinggung soal pergantian nama Front Pembela Islam menjadi Front Pemersatu Islam, Argo tidak mempersoalkannya. Yang terpenting, organisasi yang didirikan tidak bertentangan dengan Undang-Undang dan aturan yang ada.

“Semua warga negara boleh melakukan kegiatan atau mendirikan suatu organisasi, tentu ada aturan yang ada di pemerintah Indonesia. Silakan saja aturan yang ada dijadikan landasan yang dalam membuat suatu organisasi,” ucapnya. (mdk)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!