- iklan atas berita -

Metro Times (Purworejo) Kawasan Omah Lawas yang terletak di Kampung Kalikepuh Kelurahan Sindurjan Kecamatan/Kabupaten Purworejo difungsikan menjadi lokasi pengembangan seni dan kebudayaan bernama “Rumah Budaya Tjokrodipo”. Diresmikan bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, Sabtu (28/10) malam, bangunan rumah berusia ratusan tahun tersebut diharapkan mampu menjadi wadah kreativitas masyarakat, khususnya generasi muda.

Prosesi peresmian ditandai dengan simbolik pemecahan kendi oleh pendiri Rumah Budaya Tjokrodipo, Angko Setiyarso Widodo, serta pembukaan selubung tugu papan nama Rumah Budaya Tjokrodipo yang berada di pintu masuk bersama Wakil Bupati Purworejo, Yuli Hastuti SH.

Acara peresmian juga dirangkai pagelaran wayang kulit Gagrag Bagelenan dengan lakon “Wahyu Mahkutha Rama” menampilkan 3 dalang kondang asal Purworejo. Masing-masing yakni Ki Parikesit Dipoyono, Ki Andreas Novianto, dan Nyi Dwi Puspitaningrum. Sesaat sebelum pagelaran wayang dimulai juga dilakukan penyerahan penghargaan Parama Dharma Budaya kepada tiga tokoh yang dinilai telah mendedikasikan diri untuk kemajuan kebudayaan Purworejo, yakni Ki Partono, Soekoso DM, F Untariningsih.

Hadir antara lain Kepala Dindikbud Purworejo Wasit Diono, Kepala Dinkominfostasandi Yudie Agung Prihatno, Direktur PDAM Hermawan Wahyu Utomo, jajaran Forkopimcam Purworejo, keluarga trah Tumenggung Tjokrodipo, para seniman dan budayawan, serta ratusan warga setempat.

ads

Dalam sambutannya, Wakil Bupati Purworejo memberikan apresiasi atas berdirinya “Rumah Budaya Tjokrodipo. Pihaknya berharap, rumah budaya mampu melengkapi sarana seni dan budaya yang telah ada di Kabupaten Purworejo dalam merawat dan mengembangkan kreativitas masyarakat. Pihaknya juga berharap agar perangkat daerah atau stakeholder terkait dapat turut mendukung kegiatan-kegiatan yang digelar di rumah budaya.

“Semoga tidak hanya bermanfaat untuk lingkungan di sekitar sini, melainkan juga bagi daerah,” katanya.

Apresiasi juga disampaikan oleh Soekoso DM. Menurutnya, upaya penguatan kebudayaan penting dilakukan mengingat dewasa ini karakter generasi muda, khususnya terkait tata krama, unggah-ungguh, dan etika, terasa kian merosot.

“Adanya rumah budaya ini semoga dapat turut andil dalam membangun karakter bangsa,” ungkapnya dalam bahasa Jawa.

Sementara itu, Angko Setiyarso Widodo selaku Pembina Yayasan Putra Bagelen Mandiri (PBM) yang menaungi Rumah Budaya Tjokrodipo, menyebut Rumah Budaya Tjokrodipo yang dikenal dengan Omah Lawas didirikan sekitar tahun 1800-an. Pada tahun 1980-an, rumah simbah Tjokrodipo yang tersebut pernah menjadi markas Muda Adikarsa dan tempat menyatunya pemuda serta para pemain bola Purworejo. Bahkan, Presiden Lima Gunung, Tanto Mendut, pernah tidur di rumah tersebut sekitar 2 tahun saatmasa-masa menjadi mahasiswa.

Seiring berjalannya waktu, rumah bersejarah itu pun kemudian difungsikan sebagai tempat untuk mengembangkan seni budaya Purworejo. Lalu diberi nama Rumah Budaya Tjokrodipo. Adapun event seni budaya yang pertama kali digelar yakni wayang kulit dengan mengangkat tema Gagrag Bagelenan.

“Banyak teman-teman seusia saya yang butuh tempat untuk berkumpul dan membahas seni budaya Purworejo. Kemudian ini bisa dikembangkan menjadi wadah seni budaya bersama di Purworejo,” sebutnya.

Angko berharap agar Rumah Budaya Tjokrodipo dapat menggairahkan semangat para pekerja seni untuk memaksimalkan potensi seni budaya di Purworejo.

“Saya percaya peninggalan peninggalan beliau-beliau yang telah mendahului kita bermanfaat. Saya percayalag bahwa pada kemudian hari, Purworejo akan lebih baik,” tandasnya.

Diketahui, rangkaian acara peresmian rumah budaya telah berlangsung sejak pagi diawali dengan sarasehan revitalisasi wayang kulit Kaligesingan Gagrag Bagelenan. Hadir 3 narasumber, yakni Ki Parikesit Dipoyono yang membahas tentang perkembangan pakeliran gagrag Bagelenan, Ki Partono mengupas tentang ciri khas tatah Sungging Wayang Kaligesingan, dan Putut Danardono, seorang kolektor wayang yang membahas persebaran wayang kulit Kaligesingan.

Dalam acara yanag dipandu oleh budayawan dan akademisi, Dr Sudibyo MHum, itu mengemuka bahwa wayang kulit Kaligesingan dengan gagrag (gaya) Bagelenen merupakan salah satu warisan budaya khas Purworejo yang sudah berusia ratusan tahun. Sampai saat ini, di Kaligesing masih ada ringgit (wayang kulit) berusia lebih dari 100 tahun yang dibuat pada tahun 1900-an.

Sementara pada Sabtu siang hingga sore, di lokasi yag sama juga digelar pegelaran wayang kulit oleh dalang cilik Mikael Valen Virgiawan dan dalang remaja Nurhidayat. Keduanya merupakan pemenang Festival Dalang yang diadakan oleh Dewan Kesenian Purworejo (DKP) beberapa waktu lalu. (dnl)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!