Metro Times (Surabaya) – Proses penilaian KPPU atas kebijakan wajib stack yang dilakukan Pelindo III di Pelabuhan L.Say Maumere Nusa Tenggara Timur terus berlanjut. Selasa (30/4).
Dendy R. Sutrisno Kepala KPD KPPU Surabaya, mengatakan, melalui Sidang Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 15/KPPU-L/2018 yang dipimpin oleh Ketua Majelis Komisi Kodrat Wibowo, serta Anggota Majelis Komisi Ukay Karyadi dan M. Afif Hasbullah, KPPU memeriksa DPC INSA Surabaya dan PT Citra Niaga Logistik di ruang sidang KPD KPPU Surabaya.
Lanjut Dendy, sidang difokuskan pada proses bisnis yang terjadi di pelabuhan L. Say Maumere pasca diberlakukan penataan bongkar muat peti kemas di Pelabuhan L. Say Maumere yang berujung pada kewajiban stack per 1 Juli 2017, serta dampak kebijakan yang diterapkan oleh Pelindo III, karena kebijakan wajib stack 100% ini pun diduga telah mendapat penolakan dari pelaku usaha.
“Kewajiban stack ini patut diduga menyebabkan penambahan waktu dan biaya penanganan bongkar muat terutama untuk kontainer lokal,” ungkapnya.
Penerapan stacking 100% untuk terminal multi purpose, membawa konsekuensi penyediaan container yard (CY) yg memadai.
“KPPU juga terus mendalami bagaimana dampak kebijakan wajib stack ini terhadap proses bongkar muat secara keseluruhan diantaranya waktu striping, biaya storage & demorage,” pungkasnya.
Sebelumnya, dalam Laporan Dugaan Pelanggaran yang diajukan Investigator KPPU, Pelindo III diduga melanggar ketentuan Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) huruf (b) dan atau Pasal 19 huruf (a) dan (b) Undang Undang Nomor 5 tahun 1999, terkait kebijakan wajib stack yang dilakukan Pelindo III melalui Surat Nomor PJ.05/13/P.III.2017 tertanggal 7 Juli 2017 perihal penataan pelayanan terminal peti kemas.(nald)