- iklan atas berita -

 

MetroTimes (Surabaya) – Universitas Airlangga Surabaya menyelenggarakan pameran seni rupa urban bertajuk Ritus Liyan / Mundane Rites pada tanggal 24-31 Mei 2024 di Kampung Plampitan. Pameran ini diikuti oleh sebelas seniman, dua di antaranya adalah warga Kampung Plampitan sendiri.

Setiap seniman memamerkan karya-karya seni rupa berupa fotografi, videografi, seni performatif, sketsa, lukisan, instalasi, dan sebagainya. Sebagian karya juga berbentuk kain-kain batik yang dikerjakan bersama antara seniman dan kelompok ibu di Plampitan. “Karya-karya yang dipamerkan berusaha merespon kehidupan sehari-hari dan pengetahuan lokal warga Kampung Plampitan,” ujar Bintang C. Putra, Direktur Operasi untuk Studi Habitat, kurator pameran ini.

Bintang C. Putra,
Seorang kurator dan peneliti perkotaan. Secara aktif menginisiasi berbagai kegiatan seni berdasarkan keprihatinannya terhadap ketimpangan sosial-ekonomi dalam masyarakat. Memiliki preferensi untuk mengorganisir kegiatan pedagogis di perkampungan, seperti lokakarya atau residensi, lengkap dengan pameran di tempat setiap acara. Secara rutin mengadakan lokakarya internasional Alter-Shelter untuk menghargai berbagai bentuk lingkungan hunian dan metode hidup alternatif. Saat ini menjabat sebagai direktur Operations for Habitat Studies (OHS) dan juga sebagai salah satu pendiri kolektif seni Institut Seni Tambak Bayan (ISTB). Dia merupakan bagian dari tim kuratorial untuk Biennale Jawa Timur X tahun 2023

Bintang menjelaskan bahwa para seniman memulai proses berkarya sejak bulan Maret. Dimulai dari sebuah lokakarya intensif yang menghadirkan Aarti Kawlra, seorang ahli antropologi dari Chennai, India. Dalam lokakarya ini, Aarti menyampaikan metode observasi sosial yang dibutuhkan bagi para seniman yang ingin bekerja bersama warga di sebuah wilayah. Sebagai seorang akademisi, Aarti telah bekerja bersama pengrajin kriya di berbagai belahan dunia. “Kami juga mengundang Aarti untuk menemani proses berkarya dan menjadi kurator bagi pameran Ritus Liyan,” kata Bintang.

ads

Aarti Kawlra, Direktur Akademik
Humanities Across Borders, seorang ahli antropologi yang tertarik pada metode sejarah lisan, geografi, dan studi budaya untuk secara diskursif menginterogasi wacana kolonial, pasca kolonial, dan global tentang budaya, warisan, pendidikan, dan pembangunan.

Dia adalah Direktur Akademik dari program “Humanities Across Borders: Asia dan Afrika di Dunia” (HAB) dan Affiliated Fellow di International Institute of Asian Studies (IIAS) di Universitas Leiden, Belanda sejak tahun 2012.

Dalam pameran Ritus Liyan, karya-karya seniman ditempatkan di berbagai ruang yang tersebar di Kampung Plampitan. Sebagian seniman mencoba mengaktivasi ruang publik dan ruang terbengkalai di kampung tersebut. “Kami memanfaatkan dua tapak rumah yang terbengkalai sebagai ruangan pamer, kami berharap ruang-ruang ini bisa terus dimanfaatkan warga setelah pameran berakhir,” kata Advan Beryl dari kantor arsitek SB301 yang menjadi penata ruangan pamer.

Selama periode pameran, seniman dan penyelenggara menyiapkan berbagai program publik yang melibatkan warga Kampung Plampitan, antara lain lokakarya pembuatan plang, membatik, rujakan, makan penyetan lele, hingga mblakrak di sepanjang Kali Mas yang tepat melintas di depan Kampung Plampitan.

Pameran ini diinisiasi oleh Airlangga Institute of Indian Ocean Crossroads (AIIOC) dan menjadi rangkaian kegiatan dari International Convention of Asian Scholars (ICAS) 13 yang akan diselenggarakan di Surabaya pada 28 Juli-1 Agustus 2024 mendatang. Kegiatan ini sekaligus juga menjadi kado Dies Natalis Universitas Airlangga yang ke-70/ Lustrum XIV tahun 2024.

Dari Pagar Hingga Penyetan

Berbagai karya dalam pameran Ritus Liyan / Mundane Rites mengangkat narasi sehari-hari yang dapat ditemukan di Kampung Plampitan. Setiap seniman mengangkat kisah-kisah kecil yang selama ini dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan cenderung diabaikan.

Misalnya seniman Lutfia Setyo yang berasal dari Semarang, karyanya mengangkat narasi tentang pagar yang menandai wajah rumah-rumah di Kampung Plampitan. “Saya melihat pagar di Kampung Plampitan justru menjadi media penghubung antara warga saat bertegur sapa,” ujar Setyo. Ia membuat sebuah instalasi dari potongan kain perca yang mewakili kelenturan batas sosial bagi warga Kampung Plampitan.

Sementara itu Kenny Hartanto, seniman asal Surabaya yang memiliki latar desainer produk, justru tertarik dengan rombong penjaja sate yang rutin berkeliling di Kampung Plampitan. “Saya terpikat dengan rombong sate yang dibuat dari kayu-kayu bongkaran rumah kolonial di Kampung Plampitan. Ini menjadi contoh kongkrit dari praktik daur ulang yang saat ini sedang populer di kalangan desainer,” kata Kenny. Ia memamerkan sketsa-sketsa monokromatik dari detail sebuah rombong untuk mempertanyakan kemungkinan-kemungkinan praktik daur ulang yang ia temui selama mengamati kehidupan di Kampung Plampitan.

Seorang seniman lain bernama Fildzah Amalia justru tertarik menelusuri perjalanan air yang berpusar di kampung Plampitan. Mulai dari sungai, sumur, pipa-pipa, kran, gayung, masuk ke gorong-gorong dan kembali ke sungai. Ketertarikannya ini berasal dari memoar yang ditulis oleh Roeslan Abdulgani, pahlawan nasional yang lahir dan besar di Kampung Plampitan. Selain membuat sebuah publikasi dan instalasi seni yang memanfaatkan limbah plastik, Fildzah juga akan mengorganisir sebuah acara makan penyetan lele bersama warga di Kampung Plampitan.

Selain ketiganya, terdapat seniman-seniman lain yang akan mempresentasikan hasil pengamatan mereka terhadap kehidupan sehari-hari warga Kampung Plampitan melalui berbagai karya seni yang dibuat melalui kerja kolaborasi bersama warga setempat.

Seniman Partisipan,
Burhan (Surabaya)
Cahyo Prayogo (Surabaya)
Fildzah Amalia (Sidoarjo)
Gata Mahardika (Gresik)
Kelompok Batik Peneleh (Surabaya)
Kenny Hartanto (Surabaya)
Lutfiah Setyo Cahyani (Semarang)
Pingki Ayako (Surabaya)
Redi Murti (Surabaya)
Ryan Herdiansyah (Surabaya)
Tasyha Febrycha Valentine (Surabaya)

Daftar Kegiatan
Ritus Liyan / Mundane Rites, tanggal 24 – 31 Mei 2024
  • Jumat, 24 Mei 2024, Pertunjukan Seni, Kelompok Batik Peneleh & Pingki Ayako
  • Sabtu, 25 Mei 2024, Diskusi publik “Praktik Merawat Makam di Kampung Plampitan” bersama Museum Etnografi & Pusat Kajian Kematian, dan Lecture performance “Ancestral Playground” oleh Ryan Herdiansah
  • Minggu, 26 Mei 2024, Artist talk 1, Artist talk 2, dan Makan Penyetan bersama di Balai RT 7
  • Selasa, 28 Mei 2024, Rujakan di Balai RT 7, dan Artist Talk 3 bersama Redi Murti di warung Cak Gendut (Plampitan XI No. 23)
  • Rabu, 29 Mei 2024, Makan Sate Madura bersama Kenny Hartanto di Plampitan X, Mblakrak kali bersama Pak Joko, dan Open Studio Design Plang oleh Burhan
  • Kamis, 30 Mei 2024, “C(h)anting Prayers for All / Doa Canting untuk Semua” di rumah Ibu Suminah, Batik Tulis Peneleh di Jalan Plampitan XI
  • Jumat, 31 Mei 2024, Pertunjukan Mberot Rea Reo (dari Kampung Tambak Bayan) dan Pertunjukan karang taruna dan musisi Plampitan.

(nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!