Metro Times Kendal – Kebijakan harus menyertakan surat keterangan hasil rapit test bagi santri luar daerah mengancam tertundanya santri yang akan berangkat ke pesantren.
Diinformasikan, usai lebaran idul Fitri merupakan tahun ajaran baru bagi santri yang menempuh pendidikan di pesantren. Para santri kebanyakan sudah bersiap untuk berangkat ke pesantren mengikuti kegiatan belajar mengajar ditengah diberlakukannya masa New Normal oleh pemerintah.
Namun sejumlah orang tua atau wali santri dibuat kalang kabut. Pasalnya, dengan kebijakan tersebut, mereka harus menyiapkan sejumlah uang untuk membayar Rapid Test sebagai persyaratan putra-putrinya kembali ke pesantren.
Salah satu wali santri asal Kebonharjo, Patebon, Munifah, mengatakan putranya akan kembali ke pesantren di Ngawi, Jawa Timur, akhir pekan ini untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dikatakannya, santri dari luar daerah diminta menyertakan keterangan hasil rapid test.
“Saya sudah coba cari informasi, biaya rapid test kisaran Rp 300-400 ribu. Bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah, jumlah ini tidak sedikit. Belum lagi untuk keperluan lain. Kalau tidak punya dana, kemungkinan santri tidak bisa balik ke pondok,” terangnya saat ditemui di lapak Bubur Ayam Ning Munifah, di simpang tiga Patebon, Rabu (9/6/2020) pagi.
Lebih lanjut disampaikan, kegundahan orang tua atau wali santri tidak hanya dialami dirinya. Dia mengaku mendengar keluhan yang sama dari wali santri lain yang juga diminta membawa hasil rapid test saat kembali ke pesantren.
“Kita sama, bun. Kemarin nanya ke RSUD biayanya Rp 400 ribu. Belum lagi biaya balik ke pondok harus pakai kendaraan pribadi. Belum daftar ulang. Blas ngga ada yang bantuin, bun,” Munifah menunjukkan komentar salah satu warganet menanggapi unggahan di akun facebooknya menyoal rapid test bagi para santri.
Unggahan di akun facebooknya itu pun ramai ditanggapi warganet yang kebanyakan para orang tua atau wali santri. Warganet lain menulis, “yang jadi soal bukan rapid testnya tapi karena di perjalanan terdapat pos penjagaan yang akan meminta bukti keterangan ini dan itu, santri harus bisa menyiapkannya.”
Munifah berharap pemerintah kabupaten Kendal bisa memfasilitasi pengadaan rapid test bagi para santri. “Syukur bisa digratiskan,” imbuhnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal, Ferry Nando Rad Bonay mengatakan, pihaknya belum mendapatkan perintah mengadakan rapid test untuk kebutuhan para santri. “Dan setahu saya, di surat edaran Menteri Agama, sepertinya ditanggung Kemenag,” terangnya.
Terkait biaya rapid test, pihaknya mengaku tidak pernah memungut biaya. Dikatakan, kegiatan rapid test yang dilakukan oleh Pemkab Kendal dalam rangka program penjaringan masyarakat yang berpotensi terpapar Covid-19. Untuk pengadaannya, dia menegaskan, gratis dan tidak dipungut biaya.
“Tapi kalau untuk kegiatan rapid test mandiri, info yang kami terima memang ada biayanya dan itu dilakukan oleh klinik dan rumah sakit, karena alatnya mereka beli sehingga diperhitungkan biaya di sana,” imbuhnya.
Sementara itu, Muhammad Ulil Amri, mantan Ketua Ansor Kendal, mengatakan pemerintah perlu memfasilitasi kebutuhan para santri. Menurut alumnus pesantren Futuhiyah, Mranggen, ini pemerintah harus hadir untuk memastikan kegiatan belajar mengajar di pesantren yang akan kembali dibuka sesuai dengan protokol pencegahan COVID-19.
“Memasuki masa new normal ini pemerintah perlu memastikan seluruh kegiatan publik telah menerapkan protokol kesehatan. Termasuk di pesantren yang akan kembali menggelar kegiatan belajar mengajarnya. Pemkab Kendal mestinya responsif terhadap persoalan di pesantren. Jangan sampai nanti ketika ada permasalahan, pihak pesantren justru disalahkan,” terangnya.(Gus)