- iklan atas berita -

MetroTimes (Surabaya)  – Sebagai mana diketahui, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini telah mengelurkan Peraturan Wali Kota (Perwali) nomor 28 tahun 2020. Perwali ini mengenai Pedoman Tatanan Normal Baru pada Masa Pandemi Covid-19.

Dalam Perwali tersebut, memuat beberapa peraturan, salah satunya peraturan yang mengatur tentang tata cara pemakaman. Diatur bahwa setiap korban yang meninggal dengan status suspek, probable, dan konfirm Covid-19 harus dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Babat Jerawat Surabaya Barat atau TPU Keputih Surabaya Timur.

Pemekaman secara terpisah ini memang telah sesuai dengan protokol penanganan COVID-19 yang di anjurkan oleh pemerintah. Meski demikian, masih ada sebagian masyarakat di Kota Surabaya ini, yang keberatan dengan aturan Perwali 28 tahun 2020 ini.

Ketua LPMK Tenggilis, Ir. Siswandi juga ikut angkat bicara mengenai adanya penolakan aturan Peraturan Wali Kota No. 28 tahun 2020.
“Apa yang diprotes sama saudara-saudara yang di LPMK, RW, dan RT di daerah Jeruk Lakasantri itu, saya juga setuju, karena peraturan yang sekarang berlaku Perwali 28 ini seolah-olah tidak menghargai orang yang meninggal karena Covid,” tegasnya.

Yang dikhawatirkan tata cara pemakaman Covid tidak mengikuti tata cara agama yang dianut korban Covid dan keluarganya.

ads

“Saya melihat dari sisi agama umat Islam, cara-cara pemakaman itu harus terbuka dengan keluarganya. Apakah sudah di proses sewaktu memandikan, mengkafani, mensolati itu sudah di lakukan secara Islam. Pernah yang menjadi viral, jenazah hanya dikasik pampers lalu dibungkus plastik, terus dimakamkan, itu sangat memprihatinkan. Ini jangan sampai terulang lagi,” papar Siswandi yang juga merupakan tokoh masyarakat Tenggilis Surabaya.

Menurut Pak Sis, sapaan akrabnya, kalau bisa pemakaman jenazah Covid ini keluarga harus diikutkan, dari awal proses sampai memandikan, atau keluarga itu paling tidak dikasih rekaman video bahwa itu sudah diproses dengan benar sesuai aturan agama Islam. Dan dimakamkan kalau bisa di tempat pemakaman yang lebih dekat, yang biasanya daerah itu punya hak keluarga, karena itu sudah tidak menular lagi.

Terkadang pemakaman jenazah Covid ini juga terkesan menakutkan, seperti pemakaman penjahat kelas kakap dengan aturan yang ketat.

“Orang meninggal karena Covid ini bukan penjahat, jadi kita harus menghargai dan menghormati layaknya korban penyakit. Apalagi tokoh agama, tokoh masyarakat juga bisa terkena Covid dan akhirnya sampai meninggal dunia. Jadi dari Pemerintah Kota itu saya berharap punya tenggang rasa, tidak semua aturan harus dijalankan dengan ketat, tapi dilihat untung ruginya di masyarakat,” jelas Pak Sis.

“Budaya kita di masyarakat ini kan dari turun temurun dari nenek moyang kita. Kalau orang meninggal apalagi orang Islam itu tata caranya harus benar, karena ini menyangkut umat Islam itu bagaimana nanti ditanya diakhirat sana nanti seperti apa. Ini yang harus dihentikan. Dan seharusnya pemakaman Covid itu tidak harus malam,” pungkas Siswandi. (nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!