MetroTimes (Surabaya) – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menyebut bahwa ada dua pekerjaan rumah besar dalam menjaga eksistensi Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Khofifah usai Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila secara virtual di Gedung Negara Grahadi, Kota Surabaya, Rabu (1/6/2022).
Tantangan Pancasila, kata dia, pertama, semakin merebaknya ideologi alternatif melalui media sosial yang mudah diakses oleh seluruh anak bangsa seperti radikalisme, ekstremisme, dan konsumerisme.
Menurutnya, hal ini jika tidak dicari solusi efektif dapat menjadikan masyarakat kehilangan daya tarik untuk memahami dan mendalami nilai-nilai Pancasila.
Tantangan kedua, lanjut Khofifah, adalah eksklusivisme sosial akibat tsunami globalisasi yang mengarah kepada mengentalnya politik identitas baik karena alasan agama, etnik dan kepentingan, gejala polarisasi dan fragmentasi sosial yang berbasis SARA.
“Jika hal ini tidak ditangani secara tuntas, maka dapat berdampak pada tereduksinya persatuan dan kesatuan bangsa bahkan bisa berdampak pada perpecahan bangsa. Bonus demografi yang saat ini terjadi di Indonesia juga menjadi tantangan lain untuk menguatkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda di tengah era disrupsi global,” imbuhnya.
Khofifah mengatakan bahwa fenomena tersebut menjadi tantangan bersama seluruh warga bangsa karena Pemerintah tidak mampu berjalan sendiri untuk menghadapi hal ini.
“Karenanya, membumikan nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan dan atau pembelajaran berkesinambungan menjadi sesuatu yang mutlak harus dilakukan di semua lini kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Khofifah juga mengingatkan agar Peringatan Hari lahir Pancasila jangan hanya berakhir sebagai sebuah rutinitas dan seremonial, tapi harus menjadi momentum untuk membangun kebersamaan menuju peradaban baru.
Pancasila, kata Khofifah, harus direpresentasikan sebagai sebuah ideologi toleransi, ideologi pluralisme, ideologi multikulturalisme, dan ideologi kemanusiaan serta keadilan dan kesejahteraan. Dengan begitu, tidak ada satu anak bangsa pun yang merasa menjadi minoritas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Saya ingin mengutip pidato Bung Karno dimana beliau menyampaikan bahwa sangat sulit sekali mempersatukan rakyat Indonesia itu jikalau tidak didasarkan atas Pancasila. Hal tersebut menjadi penegas bahwa Pancasila menjadikan perbedaan sebagai kekuatan, merajut keragaman menjadi kekayaan, dan mengikat kebangsaan ditengah kemajemukan,” pungkasnya. (nald)