- iklan atas berita -

Metro Times (Purworejo) Ketua DPRD Kabupaten Purworejo, Dion Agasai Setiabudi turun langsung mengecek pengerjaan sumur bor sebagai penanganan darurat revitalisasi saluran DI Kedung Putri, Selasa (31/8). Langkah itu diambil sebagai respon terhadap permasalahan yang dirasakan sejumlah petani dan warga yang ada di bantaran saluran irigasi.

Dion mengatakan, sebelumnya dewan sudah berkoordinasi dengan Ketua Satker dengan hasil pelaksana sanggup melakukan penambahan sumur bor, pipa berikut saluran sementara untuk masa darurat penutupan DI Kedung Putri. Pemantauan juga sudah dilakukan di beberapa titik, diantaranya di Kalimiru, Sindurejan yang sudah terpasang. “Karena sifatnya darurat maka tentu tidak akan bisa efektif seperti yang diharapkan, namun paling tidak sudah ada itikad baik dari pelaksana,” katanya.

Disinggung kemungkinan pengaktifan DI Kadung Putri untuk memasok kebutuhan sawah melalui titik revitaliasai, Dion menyatakan, berdasarkan hasil koordinasi dan pengakuan pelaksana, alternatif itu terlalu beresioko. Sebab, secara teknis pengerjaan revitalisasi tetap dalam kondisi kering. Jika dipaksakan resikonya yakni akan mengurangi kekuatan dan umur beton. “Jadi untuk permintaan pengaktifan DI Kedung Putri seminggu sekali seperti yang disampaikan perwakilan petani dalam audiensi sebelumnya sepertinya tidak memungkinkan, sebab bisa jadi malah kontra produktif, kualitas saluran DI Kedung Putri nantinya tidak akan maksimal,” ucapnya.

Dijelaskan, sebetulnya revitalisasi saluran DI Kedung Putri sudah melalui penjadwalan yang sudah disepakati bersama antara pelaksana dan warga. Awalnya penutupan atau pengerjaan dilakukan bulan April dengan pertimbangan Musim Tanam (MT) II sudah tidak membutuhkan air. Namun ternyata saat itu di beberapa titik masih membuthkan air, sehingga terpaksa harus mundur. “Jadi sebetulnya sudah mengakomodir masukan warga termasuk petani, jadi hitungannya justru pengerjaannya sudah mundur, di bulan Agustus dan kontraknya selesai bulan Desember,” jelasnya.

ads

Menurutnya, pengerjaan revitalisasi ini menjadi kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWWSO) yang memang membuthkan koordinasi intens dengan Pemda Purworejo dalam hal ini OPD terkait. Menurutny, setiap kebijakan pembangunan memang selalu ada dampak yang mengikuti baik positif dan negatif. Namun jika dilihat kedepan revitalisasi ini dilakukan juga untuk petani.

“Jika ada dampak negatifnya ini menjadi fokus BBWSSO selaku pemangku kebijakan berkomunikasi dengan kami dan Pemda, sehingga OPD terkait bisa ikut meminimalisir dampak, misal muncul keluhan genangan dan nyamuk bisa cepat fogging, dan ini ada inisiatif menambah sumur bor saya rasa sudah ada itikad baik dari pelaksana proyek,” ujarnya.

Ditambahkan, untuk menyelesaikan polemik atau permasalahan dilapangan dibutuhkan penyamaan pemahaman untuk kebaikan dan kemanfaatan kedepan dari pelaksanaan revitalisasi. “Jadi harus diluruskan niatnya, revitalisasi ini dilakukan untuk menjamin ketersediaan pasokan air ke swah dan juga air baku,” ucapnya.

Dari pantauan di lapangan untuk pengerjaan sumur bor kata Dion, belum semuanya efektif, masih banyak kendala dengan pengeboran, sedangkan kondisi di lapangan suplai air harus segera karena berkejaran dengan usia padi. “Tadi kita cek, di Kelurahan Sindurjan ada 7 titik pengeboran, Mranti 1 titik, Kledung Karangdalem 2 tiiik, Kelurahan Sucen 1 titik, semuanya ini masih proses pengeboran. Untuk Kalimiru 2 titik sudah bisa digunakan, namun titik 3 dan 4 masih proses. Sementara untuk Kelurahan Doplang tidak ada karena kurang berkenan dengan langkah pengeboran sumur,” katanya.

Melihat kondisi di lapangan lanjut Dion, beberapa wilayah tidak bisa bergantung dari sumur – sumur yang saat ini telah beroperasi. Oleh karena itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan BBWSO dan OPD terkait untuk segera mencari solusi terbaik bagi para petani. “Segera saya koordinasikan dengan balai besar dan OPD terkait demi menyelamatkan nasib petani,” ujarnya.

Sementara sebelumnya, Ketua Paguyuban Kedung Putri 81, Agus Bintoro sempat menegaskan, sebagian petani kini tengah menghadapi masa sulit air mendekati masa panen. Mereka berharap ada pasokan air agar tidak puso atau gagal panen. Hal itu yang mendorong petani mencoba audiensi dengan dewan, dengan harapan DI Kedung Putri bisa dibuka untuk menyelamatkan nasib padi mereka.

“Rata-rata tanaman padi petani saat ini sudah masuk usia 50 hari hingga 70 hari. Bulir padi sudah nampak tinggal menunggu isi (menguning,red). Tanaman kami sangat membutuhkan air, namun sekarang justru tidak ada air, sawah kami dialiri irigasi teknis DI Kedung Putri, tanpa ada pasokan air kami terancam puso, apa yang bisa kami lakukan saat ini dengan menyemprotkan penguat isi, agar bulir padi berisi dan tidak rontok kekurangan air,” tegasnya. (dnl)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!