- iklan atas berita -

Metro Times (Purworejo) Penanganan pandemi Covid-19 di Kabupaten Purworejo dinilai belum terkoordinasi dengan baik. Komisi 4 DPRD Kabupaten Purworejo menemukan fakta itu ketika mengundang Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten Purworejo dan Dinkes Purworejo dalam rapat dengar pendapat yang dilaksanakan di gedung dewan, Jumat (9/10).

Wakil Ketua Komisi 4 DPRD Purworejo R Abdullah mengatakan, pihak satgas menyampaikan adanya persoalan dalam penanganan Covid-19. Permasalahan yang mengemuka antara lain adanya penolakan uji swab oleh sejumlah warga kontak erat dan warga terkonfirmasi berstatus OTG yang masih melakukan aktivitas seperti biasa.

“Ada orang yang tidak mau diswab tapi ada juga orang yang dinyatakan positif yang tidak taat protokol,” tuturnya.

Namun ketika hal tersebut didalami lebih lanjut, satgas maupun dinkes tidak dapat memberikan jawaban secara tegas. “Lalu kami tanyakan lagi mengenai apa tindakannya, satgas tidak bisa menjawab,” katanya.

ads

Padahal dalam penanganan pandem tidak sema-mata berpegang pada permenkes, tetapi ada pula undang-undang penanganan wabah yang memiliki ancaman pidana. Abdullah mencontohkan dalam kasus wakil ketua DPRD di Tegal yang dijadikan tersangka karena pelanggaran protokol kesehatan baru-baru ini.

Maka, kata Abdullah, Komisi 4 DPRD Purworejo merekomendasikan satgas untuk segera melakukan rapat koordinasi untuk merumuskan langkah-langkah penanganan Covid-19 yang lebih komprehensif.

Satgas juga harus meningkatkan edukasi intensif supaya tidak ada kesalahpahaman di mata masyarakat. “Sekarang sebagian masih memahami bahwa penderita Covid itu sebagai aib, padahal harusnya mereka itu ditolong. Tapi di sisi lain, siapa pun dia, apalagi pejabat harus beri contoh konkret pada masyarakat soal penerapan protokol kesehatan,” tegasnya.

Jubir Sathgas Covid-19 Kabupaten Purworejo dr Tolkha Amaruddin mengemukakan, satgas melakukan penelusuran terhadap para kontak erat pasien atau OTG terkonfirmasi. Ketika diwawancara petugas medis, para kontak erat itu mengakui telah ada kontak dengan pasien Covid-19.

Namun ketika diminta untuk swab, mereka memilih tidak datang pada jadwal yang ditetapkan. Padahal mereka masuk kategori wajib diswab.

Satgas menduga ketakutan masyarakat terhadap warga terkonfirmasi masih tinggi dan menjadi alasan penolakan swab. Warga, lanjutnya, akan menjauhi para pasien yang terkonfirmasi Covid-19, bukannya membantu. “Alasan itu juga yang menyebabkan para terkonfirmasi yang berstatus OTG atau kontak erat, tetap bekerja dan beraktivitas seperti biasa. Padahal mereka akan rentan menularkan virus,” ungkapnya.

Mereka memilih bekerja untuk memenuhi kebutuhaan rumah tangga dan menyembunyikan statusnya dari lingkungan sekitar. “Mereka menghadapi dilema itu, barangkali salah satunya karena pelaksanaan Jogo Tonggo di masyarakat mulai mengendur. Sementara kami tidak berwenang mengambil tindakan tegas,” ucapnya.

Kadinkes dr Sudarmi menambahkan, satgas mulai mengubah strategi dengan melaksanakan uji swab di 27 puskesmas. Selain mendekatkan pengujian dengan masyarakat, lanjutnya, strategi itu memudahkan petugas dalam memotivasi kontak erat.

Strategi itu menunjukkan hasil dengan meningkatnya jumlah warga yang diswab, dari rata-rata 33 persen menjadi 89 persen dari target harian provinsi 103 sampel. Adapun jumlahterkonfirmasi Covid-19 sejak pandemi terjadi, mencapai 683 pasien dengan tingkat keembuhan 89 persen. (dnl)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!