- iklan atas berita -

Metro Times (Purworejo) Hari Tari Dunia yang diperingati setiap tanggal 29 April ternyata tidak hanya menjadi konsumsi pelaku seni tari dari kalangan profesional. Di Desa Brondongrejo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo, Hari Tari Dunia diperingati secara meriah melibatkan masyarakat berbagai kalangan.

Menari itu merdeka, bebas siapa saja, termasuk semua orang yang berada di pasar. Semangat itu kental terlihat dalam penyelenggaraan event bernama Jogetan Pasar selama dua hari, Sabtu-Minggu (28-29/4).

Memanfaatkan jalan kampung yang tidak seberapa luas, warga perdesaan yang berada sekitar 2 kilometer dari Jalan Raya Purworejo-Jogjakarta itu menyuguhkan beragam hiburan. Masyarakat dan pengunjung dari luar pun tidak hanya bisa menikmati tarian. Mereka juga diajak menyantap jajanan ala ndeso yang dibuat dan dijual oleh warga setempat.

“Kita namakan kegiatan itu dengan Jogetan Pasar karena kegiatan ini sengaja kita kemas di seputaran pasar kaget atau Pasar Inis yang diadakan masyarakat setiap hari Minggu dalam satu bulan terakhir ini,” kata Kadarno, Kepala Desa Brondongrejo.

ads

Suasana damai perdesaan dalam event berkonsep unik itu kian mengena karena juga berada di sumber mata air Eyang Kenongo. Selain Pasar Inis dan panggung seni, juga dimeriahkan lomba lukis anak serta tembang kenangan.

Sejumlah aksi seni menyedot perhatian pengunjung. Antara lain Tari Dolalak Kakung, tarian klasik dari Sanggar Larasati, tari Nusantara dan stand up comedy dari SMKN 4, tari kreasi dari TPA Brondongrejo, senam inis, beat box dari Jogja dan fashion show batik karya Daymatus Saadah.

“Dalam kegiatan kemarin kita membuat sajian khusus yakni tari ‘Deg’ karya Rizka YP dari Bintang Paseban. Tarian ini cukup unik karena penari tidak sekedar menari diatas panggung, tapi mereka juga turun ke sawah dan pasar dadakan itu. Mereka bisa menari bebas dan mengajak masyarakat untuk terlibat,” jelas Kadarno.

Menurut Kadarno, desanya belakangan ini memang tengah menggerakkan seluruh komponen masyarakat untuk menggiatkan kehidupan berkesinian. Label Festival Inis yang disematkan sesuai dengan topografi desa yang didominasi areal persawahan dan memiliki udara segar.

“Nginis dalam pengertian mencari udara segar di sekitar sawah kita harapkan bisa menjual Brondongrejo. Kita tidak menjual sesuatu yang bernuansa modern, tapi lebih menonjolkan mengangkat kembali nilai-nilai lokal yang pernah ada. Jadi harapannya kedepan kita semua akan handarbeni, warga punya kebanggaan akan profesinya sebagai petani dan ujungnya kesejahtaraan warga akan lebih baik lagi,” imbuh Kadarno.

Kesuksesan Jogetan Pasar tidak lepas dari sosok pegiat tari setempat, Rianto Purnomo, yang menjadi fasilitator kegiatan. Menurut Purnomo, kehidupan berkesenian di masyarakat perlu ditumbuhkan kembali seiring pesatnya gempuran modernisasi. Keenganan warga untuk terlibat dengan alasan keterbatasan fasilitas, terus dipupus di Brondongrejo. Dia melihat potensi yang ada bisa dikreasikan menjadi sebuah tempat yang menarik.

“Dan ternyata di Brondongrejo ini semua bisa. Setiap Minggu dari acara yang diadakan, pengunjungnya semakin meningkat,” kata Rianto Purnomo. (Daniel).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!