- iklan atas berita -

METRO TIMES (Ambon)-Pengelolaan Dana Desa yang ada di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) belakangan ini menjadi perhatian DPRD Provinsi Maluku terkait penyalahgunaan Dana tersebut.

Anggota Komisi I DPRD Maluku, Alimudin Kolatlena turut menyoroti banyaknya kasus korupsi dana desa di Seram Bagian Timur.

Pasalnya, Seram Bagian Timur merupakan kabupaten dengan kasus korupsi dana desa terbanyak di Maluku.

Dengan data ini, Politisi asal Seram Bagian Timur itu, berharap bisa dijadikan bahan evaluasi bagi pemkab seram bagian timur.

“Pengelolaan Dana Desa di Kabupaten Seram Bagian Timur, kasusnya dua tahun belakangan ini dari 2021 ke 2022, itu kan angkanya cukup tinggi untuk 11 kabupaten kota di Maluku dan ini merupakan fakta, karena itu memang satu hal yang kita coba evaluasi.” ujar Kolatlena, kepada awak media di ruang Komisi I DPRD Provinsi Maluku. Jumat. 14/10/22.

ads

Menurutnya, ini di lihat dari kualitas sumber daya aparatur Desa dalam hal pengelolaan Dana Desa.

“Memang karena sumber daya Desa kita itu minim, karena itu mereka kurang punya kemampuan untuk mengelola dana desa yang begitu besar hari ini lalu diiringi dengan akuntabilitas pertanggungjawaban.” ungkap Politisi Fraksi Gerindra itu.

Karena itu tambahnya, sorotan kita adalah minta kepada Pemerintah Daerah, Dinas terkait supaya lebih dalam melakukan kegiatan-kegiatan program dan kegiatan sosialisasi peningkatan kapasitas aparatur desa.

“Membuat kegiatan-kegiatan sosialisasi dan peningkatan kapasitas, agar supaya mereka punya cukup kemampuan untuk bisa mengelola keuangan desa supaya hal-hal seperti ini, tidak lagi terjadi di tahun-tahun yang akan datang.” harapnya Kolatlena.

Politisi asal SBT itu pun menegaskan bahwa kalau dibiarkan seperti itu ujung-ujungnya adalah kepala-kepala desa yang notabene warga masyarakat kita sendiri yang kena efek hukum.

“Ini akibat dari pada kurangnya sumber daya, jadi peningkatan program peningkatan kapasitas sosialisasi itu penting.” tegas Anggota DPRD Provinsi Maluku, Dapil SBT itu.

Lebih lanjut kata Kolatlena, karena ada angka 600 juta ada juga yang sampai 1 miliar tapi beberapa tahun berjalan kita tidak melihat sesuatu yang signifikan berubah di masyarakat desa.

“Tidak ada perubahan itu mulai dari pembangunan industrinya, belum lagi solusi soal pemberdayaan masyarakat karena itu memang harus ada perhatian serius dari stakeholder daerah.” pungkas Kolatlena.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!