- iklan atas berita -

 

MetroTimes (Surabaya) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggelar sidang majelis pemeriksaan pendahuluan yang kedua atas perkara No.15/KPPU-I/2022 tentang dugaan pelanggaran pasal 5 (penetapan harga) dan pasal 19 huruf c (pembatasan peredaran/penjualan barang) UU No.5 Tahun 1999 dalam penjualan minyak goreng kemasan di Indonesia (perkara minyak goreng).

Kali ini sidang diagendakan mendengar tanggapan dari para terlapor atas laporan dugaan pelanggaran (LDP) yang telah disampaikan investigator penuntutan KPPU pada sidang majelis pemeriksaan pendahuluan sebelumnya (20/10/2022).

Kepala Kanwil IV KPPU, Dendy Rakhmad Sutrisno mengatakan, fase penyampaian tanggapan dari para terlapor sangat menentukan arah persidangan selanjutnya.

ads

“Berdasarkan Peraturan KPPU No.1 Tahun 2019, terdapat 2 opsi bagi para terlapor dalam menanggapi LDP. Pertama, para terlapor dapat menolak dugaan yang disampaikan investigator penuntutan pada LDP yang telah dibacakan pada pemeriksaan sebelumnya. Atau para terlapor dapat melakukan perubahan perilaku, namun harus disetujui semua terlapor,” kata Dendy di Kantor Kanwil IV KPPU Surabaya, Senin (7/11/2022).

Dendy menjelaskan, setelah beberapa Minggu lalu dilakukan pemeriksaan pendahuluan pertama kali kasus minyak goreng ini dengan 27 terlapor lengkap hadir. Dimana agendanya adalah penyampaian adanya dugaan pelanggaran yang disampaikan penuntut KPPU.

“Maka pagi ini agendanya adalah penyampaian tanggapan dari para pelapor atas dugaan pelanggaran itu sendiri. Didalam penyampaian tanggapan ini ada dua opsi, pertama, terlapor membantah seluruh dugaan pelanggaran yang diajukan penuntut KPPU. Kedua menyatakan menerima atau mengakui semua dugaan pelanggaran tersebut,” terang Dendy.

Dalam perkara ini, lanjutnya, ada 27 perusahaan minya goreng, 3 diantaranya berada di wilayah kerja Kanwil IV KPPU, yaitu Gresik, Sidoarjo dan Surabaya.

“Berdasarkan ketentuan Pasal 47 UU No.55 Tahun 1999 junto UU Cipta Kerja, KPPU memiliki tindakan antisipatif yang bisa dilakukan, baik pembatalan perjanjian, penghentian, sampai dengan sanksi administratif,” tegasnya.

“Denda dasar sebesar 1 miliar rupiah, dan denda besar berdasarkan formula, yaitu 50 persen dari total pendapatan dari objek yang dijual,” pungkasnya. (nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!