- iklan atas berita -

 

MetroTimes (Surabaya) — Pemerintah menyiapkan RPerpres Tentang Peran dan Fungsi TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme, sebagaimana saat ini sedang dalam proses disahkan menjadi Perpres oleh DPR sebagai turunan dari Pasal 43i UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Menurut Petrus Selestinus, Koordinator TPDI (Tim Pembela Demokrasi Indonesia), TAP MPR VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan TNI dan Polri dan TAP MPR VII/MPR/2000 Tentang Peran TNI dan Polri, secara tegas telah memisahkan peran TNI dan Polri masing-masing dengan UU tersendiri, guna memenuhi agenda reformasi.
Oleh karena itu pengaturan peran TNI dalam pasal 43i  UU No. 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, merupakan sebuah anomali dalam pembentukan UU No. 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Lanjut Petrus menjelaskan, penanganan terorisme telah menjadi konsensus nasional sebagai suatu Tindak Pidana sebagaimana rumusannya telah diatur di dalam UU No. 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, lalu bagaimana jadinya jika TNI ditarik masuk ke dalam aksi Penegakan Hukum yang merupakan domain Polri dengan pijakan Hukum Acaranya adalah KUHAP, tentu tidak boleh dan tidak pada tempatnya TNI ditarik ke dalam ranah penegakan hukum Polri.

“Peran dan fungsi TNI dalam menanggulangi Aksi Terorisme yang mengancam kedaulatan negara dan merongrong kehormatan negara pada bagian hulunya perlu diatur dengan UU tersendiri bukan dengan Perpres,” terang Petrus yang juga Advokat Peradi.

ads

Perpres tidak cukup memberikan dasar legitimasi yang kuat, karena peran strategis TNI dalam menindak Aksi Terorisme pada bagian hulu, memerlukan dukungan publik yang luas disamping harus memenuhi aspek sosiologis, yuridis dan filosofis dalam suatu UU tersendiri. “Ia tidak boleh dicampuradukan dengan peran strategis Polri dalam tugas proyustisia yaitu Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,” jelasnya.

TNI sebagai alat pertahanan negara mengemban 3 (tiga) fungsi yaitu fungsi Penangkalan, Penindakan, dan Pemulihan, yang dilakukan dengan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang.

“Sangat disayangkan kebijakan Politik Pemerintah yang ingin mengefektifkan fungsi TNI dalam bidang Penangkalan, Penindakan dan Pemulihan Aksi Terorisme pada bagian hulu, tetapi payung hukumnya hanya dengan tambal sulam melalui sebuah Perpres,” katanya.

Presiden Jokowi seharusnya secara kesatria menarik kembali R-Perpres Tentang Peran dan Fungsi TNI sebagai kebijakan Politik Negara, dan segera menggantinya dengan usul RUU Tentang Peran TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme.

“Posisi TNI dalam melaksanakan peran dan fungsi Mengatasi Aksi Terorisme, tidak tumpang tindih dan tidak mengganggu kohesivitas kerja Polri, karena keduanya terpisah  secara organisatoris, operasional dan profesional sesuai dengan ruang lingkup tugas masing-masing,” ujarnya.

“Tindakan hukum berupa Penangkalan, Penindakan dan Pemulihan Aksi Terorisme pada tataran tertentu mengancam kedaulatan dan kehormatan negara dan bangsa, menjadi tugas mulia TNI sebagai sebuah Organ Negara. Namun perlu diperinci batasan-batasan operasionalnya, syarat-syarat formil dan materil serta pelaksanaannya dengan UU tersendiri atau merevisi UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI, karena belum diatur secara komprehensif,” pungkas Petrus. (nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!