Metro Times Semarang – Puncak peringatan Hari Santri ke-6 Tahun 2021 yang digelar MAJT bukan hanya diikuti jajaran pengurus dan karyawan, namun juga diikuti sejumlah santri dari berbagai pondok pesantren, tokoh masyarakat dan wartawan. Bahkan Ormas Pasukan Garuda Nusantara (PGN) dan FKPPI berbaur dengan para santri mensukseskan upacara Hari Santri Nasional (HSN) di MAJT, Jumat (22/10/2021).
Ketua Pelaksana Pengelola MAJT, Prof Dr KH Noor Achmad MA selaku inspektur upacara HSN menekankan, santri punya peran yang sangat besar dalam rangka mempertahankan agama dan NKRI. Santri sebagai ideologi untuk mempertahankan NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan kebinekaan Indonesia, sehingga sumber santri adalah Islam moderat yang selalu menegakkan toleransi kebinekaan.
”Dengan dasar ini, maka apa yang dituangkan dalam janji santri tersebut memperlihatkan bahwa kapanpun selagi masih ada santri NKRI akan tetap tegak berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,” tegas Prof Noor Ahmad.
Prof Noor mengingatkan, santri harus memiliki satu cita-cita yang sangat tinggi, karena kedepan apa yang akan terjadi di Indonesia terkait pertarungan ideologi kita tidak tahu. Oleh karena itu santri harus mengambil peran strategis, agar NKRI tetap terjaga utuh dan bersatu.
”Tanpa santri, maka tentu ada yang perlu dipertanyakan apakah ideologi, Islam moderat, Pancasila dan UUD ’45 masih seperti sekarang ini atau tidak. Selain itu santri memiliki ilmu yang instan, maka santri adalah pemikir karena ilmunya bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Prof Noor Ahmad.
Sejumlah tokoh masyarakat hadir di antaranya, Mantan Wagub Jawa Tengah dan Ketua PWNU Jawa Tengah, H. Achmad, Slamet Prayitno, mantan Kaditsospol Provinsi Jateng, KH Eman Sulaiman, KH Ahmad Hadlor Ikhsan, Ketua Bidang Ketakmiran PP MAJT yang juga pengasuh Pondok Pesantren Al Ishlah, Mangkang Kulon, Tugu Kota Semarang, Wakil Ketua PP MAJT, KH Hanief Ismail Lc, Sekretaris PP MAJT Drs. KH Muhyiddin MAg, H Isdiyanto Isman, Ketua HSN 2021 MAJT, Ketua LAZISMA, Dr. H. Wahab Zaenuri, MM, Ketua Umum Patriot Garuda Nusantara (PGN) Hafidh Iwan Cahyono SH dan beberapa tokoh lainya.
Wakil Sekretaris PP MAJT, KH Istajib AS yang didapuk menjadi pembaca resolusi jihad mengakui, peringatan HSN ke-6 ini makin meriah, dan alhamdulillah gaungnya makin memasyarakat. Dia menyatakan, Hari Santri merupakan momentum bersejarah bagi bangsa Indonesia karena pada awal Oktober tahun 1945 bangsa Indonesia resah atas kekejaman para Kolonialis yang sudah menjajah Indonesia selama 350 tahun, tetapi ketika Indonesia sudah merdeka, para penjajah Belanda dan Jepang masih ingin menjajah dan mengganggu Indonesia yang sudah merdeka.
”Maka dari itu para santri yang dikomando oleh Mbah KH Hasyim Asyari dan para kiai bahu membahu mengusir penjajah dengan semangat Jihad Fisabilillah. Maka kami berharap kepada masyarakat untuk selalu mengenang peristiwa Hari Santri yang tahun ini memasuki tahun ke-6,” ujar Istajib .
Rangkaian HSN, selain upacara dan istighotsah juga dilaksanakan dialog Hari Santri secara live yang disiarkan RRI dan Live Youtube. Dialog menampilkan tiga narasumber, Ketua Panitia HSN, H Isdiyanto Isman, Sekretaris PP MAJT, KH Muhyiddin M.Ag, dan Ketua Umum PGN, Hafidh Iwan Cahyono SH. Dialog dipandu oleh Bachtiar dari RRI Semarang.
Usai upacara HSN dilanjutkan istighotsah yang dipimpin oleh KH Ahmad Hadlor Ikhsan dan doa oleh KH Hanief Ismail Lc. Sedangkan Habib Umar Muthohar yang juga Pengasuh Majelis Taklim Al Madinah Cepoko, Gunungpati, Semarang ini menyampaikan mauidhoh hasanah.
Menurut Habib Umar Muthohar santri adalah personal yang siap membangun relasi dengan para kiai atau ulama dalam kondisi apa pun. Selain itu, santri juga siap menerima arahan dan menjalankan bimbingan para kiai atau ulama.
“Disebut santri kalau mereka selalu membangun relasi dengan kiai. Tidak hanya membangun relasi sesaat untuk suatu kepentingan,” kata Habib Umar Muthohar ketika memberi mauidhoh hasanah dalam acara Istighosah di Ruang Sholat Utama Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Jumat (22/10/2021).
Habib Umar menjelaskan, banyak kejadian yang berkaitan dengan kepentingan termasuk terutama kepentingan politik. Sesudah kepentingannya tercapai, jelasnya, melenggang tak menghiraukan lagi rajutan silaturahmi yang dibangun dengan kiai atau ulama. Santri, lanjutnya, selalu mendengarkan arahan dan bimbingan para kiai. Karena itu, hidupnya lebih terarah dan tidak mudah diombang-ambingkan keadaan duniawi.
“Dengan mendengarkan arahan dan bimbingan kiai, santri setelah sukses dalam kehidupan sosialnya, baik sebagai pengusaha, pejabat, publik figur maupun karyawan biasa, tetap saja santri membangun relasi dan mendengarkan arahannya. Membangun relasi dengan kiai tidak hanya sesaat, melainkan kontinyu berkelanjutan,” kata Habib Umar Muthohar.
Lebih lanjut, Habib Umar menjelaskan, ada empat pilar kehidupan sosial sebagaimana disampaikan Ali bin Abu Tholib. Pertama, orang alim yang mau mengamalkan dan membagikan ilmunya kepada orang lain. Kedua, orang yang mau selalu belajar atau mengkaji sesuatu yang belum ia pahami. Ketiga, orang yang mau mentasarufkan hartanya untuk kemaslahatan umat. Keempat, orang faqir yang tetap kuat imannya.
Dengan berada di salah satu pilar itu saja, lanjut Habib Umar, konstribusi seseorang sudah cukup besar dalam rangka ikut menata keamanan dan kenyamanan sosial masyarakat. “Kiai itu penjaga keimanan, polisi penjaga keamanan. Lha kalau masyarakat terutama para santri tetap berpegang teguh pada kesantriannya, kloplah kondisi masyarakat. Apalagi santri selalu siap berada di posisi manapun. Pasti aman, tenteram dan terkendali,” tandas Habib Umar Muthohar sambil berpesan santri harus siap jaga NKRI. (af).