- iklan atas berita -


Metro Times (Purworejo) Kasus gizi buruk di Kabupaten Purworejo saat ini masih cukup tinggi. Selain pemerintah, kesadaran dan keterlibatan masyarakat sangat menentukan keberhasilan untuk mengatasi sekaligus mencegah bertambahnya kasus gizi buruk pada anak.

“Masih cukup tinggi, awal tahun 2018 ini masih ada 22 kasus. Sebanyak 19 anak hanya menderita gizi buruk dan 3 lainnya disertai penyakit. Itu merupakan sisa tahun 2017 yang saat ini masih dalam penanganan,” kata Anny Retno P SKM MM, Kasie Upaya Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinkes Kabupaten Purworejo, saat dikonfirmasi oleh METROTIMES di kantornya, Rabu (7/2).

Data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Purworejo menyebutkan bahwa gizi buruk pada tahun 2015 mencapai 35 kasus, tahun 2016 turun menjadi 19 kasus, dan tahun 2017 naik menjadi 22 kasus.

Menurut Anny, ada tiga faktor utama penyebab gizi buruk, yakni asupan, penyakit, dan pola pengasuhan. Gizi buruk tidak hanya dapat terjadi pada kelurga miskin, melainkan juga keluarga berkecukupan atau kaya. Tidak hanya pada anak, melainkan juga remaja hingga orang dewasa.

“Pernah juga ada pegawai yang anaknya terkena gizi buruk. Penyebabnya antara lain karena a asuh, misalnya anak diasuh oleh pembantu dan orang tua tidak terlalu memperhatikan karena saking sibuknya,” ungkapnya.

ads

Adanya kasus gizi buruk yang dinilai cukup tinggi itu pun mendapat perhatian serius dari Dinkes Purworejo. Pada bulan Juni 2017, Dinkes berupaya meluncurkan inovasi berupa Spot Rumah Gizi di tiga lokasi, yakni Kelurahan baledono Kecamatan Purworejo, Desa Tersidi Lor Kecamatan Pituruh, dan Desa Grantung Kecamatan Bayan.

“Hingga akhir tahun 2017 spot rumah gizi bertambah menjadi 14 lokasi. Tahun ini akan terus kita tambah,” sebutnya.

Anny menjelaskan, terobosan Rumah Gizi berdasarkan kajian bahwa kesadaran masyarakat terhadap gizi buruk sangat rendah. Padahal, butuh peran serta masyarakat untuk mengatasi dan mencegahnya. Di rumah gizi itulah, Dinkes menggandeng pihak-pihak terkait untuk melakukan pendampingan secara berkelanjutan.

“Jadi yang dulunya hanya kita beri asupan, saat ini kita pantau dan dampingi. Kita libatkan tenaga kesehatan, kader, dan warga setempat agar mau peduli dan mampu mengatasi problem gizi buruk di lingkungannya,” jelasnya.

Lebih lajut Anny mengungkapkan bahwa intervensi dan keberhasilan penanganan gizi buruk secara spesifik, yakni dari jajaran Kementerian Kesehatan ke bawah, hanya sebesar 20 persen. Sementara 80 persen lainnya ditentukan dari intervensi gizi sensitif, yakni lintas program dan sektor terkait.

“Intervensi sensitif berperan lebih besar. Karena itu kita akan terus berupaya melibatkan dan memberdayakan masyarakat,” ujarnya.

Dengan adanya kesadaran dan keterlibatan masyarakat, Anny optimis kasus gizi buruk di Purworejo dapat berkurang. Terlebih, pemerintah saat ini juga telah menggencarkan gerakan masyarakat hidup sehat.

“Target kami tahun 2018 ini separuh kasus teratasi, syukur bisa nol kasus. Peran serta masyarakat sangat menentukan, jadi jangan hanya bergantung pada pemerintah karena ini tanggung jawab bersama,” tandasnya. (Daniel)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!