- iklan atas berita -

Metro Times (Surabaya) – Di dunia hanya ada 9 negara yang menghasilkan yodium dan Indonesia salah satunya. Setidaknya 60 ton/tahun yodium dapat diproduksi di Watudakon Plant, PT. Kimia Farma, Jawa Timur. Sayangnya, kalium iodat sebagai bahan baku fortifikasi yodium pada garam konsumsi yang dipesan ke PT.Kimia Farma terus menurun.

“Tahun lalu hanya sektar 1.7 ton diproduksi sesuai pesanan”,ujar Plant Manager Watudakon Mahfut Suryanta.

Mahfut menjelaskan, dengan kapasitas produksi Watudakon, sebenarnya kebutuhan yodium nasional dapat dipenuhi. Hal ini terungkap dalam kunjungan lapangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman ke fasilitas Watudakon Plant, Jawa Timur (05 April 2019).

ads

Tim Kemenko Kemaritiman dipimpin langsung oleh Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Agung Kuswandono selain melakukan kunjungan kerja juga membahas masalah menurunnya pemesanan kalium iodat kepada PT.Kimia Farma. Kemenko Kemaritiman mendukung fortifikasi yodium pada garam untuk mencegah stunting ditegaskan Deputi Agung kepada media.

“Tentunya, kita juga mendorong penyerapan produksi dalam negeri, Indonesia memiliki tambang yodium. Produksi Watudakon bisa memenuhi kebutuhan fortifikasi garam dalam negeri, tapi kenapa pesanan yodium terus berkurang?.”

Deputi Agung mengakui, hal ini memicu kekhawatiran bahwa fortifikasi yodium pada garam tidak sesuai standar, terus mengakibatkan program fortifikasi yodium tidak efektif mencegah stunting.

*Garam Menjadi Pilihan untuk Fortifikasi Pangan*

Secara alamiah bahan makanan seperti ikan laut, daging dan produk susu memiliki kandungan yodium. Tapi, fortifikasi yodium dipandang lebih efisien, mengingat sampai saat ini, konsumsi ikan, daging dan susu per kapita di Indonesia masih rendah.

“Pertanyaannya adalah, apakah semuanya bisa makan daging? Apakah semuanya bisa minum susu? Apakah semuanya makan ikan? Tentunya dalam jumlah yang cukup ya. Nah kita tidak mengatakan karena sudah ada di dalam ikan, daging dan susu. Ya sudah makan aja itu. Tidak bisa seperti itu. Harus ada dorongan dari pemerintah untuk memastikan bahwa zat-zat untuk mencegah stunting itu diasup oleh generasi muda kita. Caranya kita fortifikasi garam ini. Nah, keduanya harus jalan, baik, fortifikasi garam, serta mendorong masyarakat makan ikan, daging dan susu. Jadi itu lebih baik , mereka semakin sehat dan semakin pintar” tegas Deputi Agung.

Deputi Agung menekankan bahwa pemerintah harus lebih terlibat dalam fortifikasi yodium, dan Pemerintah memonitoring dan evaluasi. Untuk saat ini untuk produk makanan diawasi oleh BPOM, industri garam oleh Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, dan semua lembaga terkait harus dapat bersinergi dalam monitoring dan evaluasi kualitas garam tersebut.

Lebih lanjut, Deputi Agung juga menjelaskan tujuan kunjungan kerja ke Watudakon Plant.

“Kami ingin meninjau ini, untuk melihat di lapangan ini seperti apa. Penghasil yodium di Indonesia hanya Kimia Farma. Tapi kimia farma bilang bahwa order yodiumnya semakim lama semakin turun, Produk kalium iodat dari Kimia Farma ini bahkan sudah bersertifikat halal, ini memberikan keamanan bagi konsumen. Seharusnya ini menjadi nilai lebih.” tambah Deputi Agung.

Sebelum mengakhiri wawancara, Deputi Agung menekankan bahwa Kemenko Kemaritiman siap memfasilitasi rapat koordinasi dan pembahasan lanjutan untuk menyelesaikan masalah fortifikasi yodium pada garam.

“Jadi sebelum terjadi, kita sudah harus yakin bahwa yodium itu asupannya cukup, vitamin, semua gizi asupannya cukup. Bahkan sebelum terjadi semua harus di persiapkan. Ini adalah tugas pemerintah yang akan kita kerjakan bersama-sama” tutup Deputi Agung.(nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!