- iklan atas berita -

Metro Times (Purworejo) Kasus dugaan kekerasan terhadap salah satu siswa MTSN3 Loano yang dilakukan oleh Oknum guru di sekolah tersebut berujung damai setelah diadakan mediasi antara pihak korban, oknum guru yang diduga dan pihak sekolah di Mapolsek Loano, Sabtu 29/9/18 pagi.

Dalam mediasi yang dimulai pukul 10.00 WIB berlangsung dengan aman dan damai, selain dihadiri oleh ke 3 belah pihak, hadir pula beberapa pihak lain seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kecamatan Loano, Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia dan juga sebagai Advokat pada Kantor Hukum “Justiciabelen” yang diwakili, Wangsit Priyambodo, SH ikut mendapingi korban.

Dalam mediasi tersebut Kapolsek Loano AKP Karnoto, SH menyampaikan, agar permasalahan ini cukup diselesaikan secara kekeluargaan antara pihak korban dan oknum guru serta pihak sekolah.

Perkara dugaan tindak kekersan oleh guru terhadap siswa. terjadi pada, Rabu tanggal 26 September 2018 lalu, ketika Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), korban adalah siswa kelas 9 MTSN3 Loano berinisial (SM). Telah dijewer kupingnya oleh oknum guru IPS yang berinisial (J). Ungkap Kapolsek.

ads

Orang tua korban datang memohon bantuan kepada Polsek Loano untuk memfasilitasi mediasi perkara tersebut, namun hal ini belum masuk dalam pelaporan perkara secara resmi.

“Terkait dengan permasalahan yang terjadi kemarin, kami berharap bisa diselesaikan secara musyawarah, namun apa bila antara yang bersangkutan tidak ada titik temu maka akan kita upayakan langkah hukum,” Kata Kapolsek Loano AKP Karnoto, SH.

Sementara oknum guru berinisial (J), dalam mediasi itu iya mengakui segala kesalahannya didepan semua peserta mediasi yang hadir di ruang reskrim Polsek Loano. Guru tersebut mengaku bahwa benar dirinya telah menjewer kuping siswa SM sebelah kiri, akibat jeweran tersebut kuping korban mengalami luka lecet pada telingannya.

Selain mengakui kesalahannya, oknum guru juga meminta maaf kepada korban dan orang tua korban. Bahwa tindakannya itu bukan semata-mata tidak senang dengan korban, namun itu adalah salah satu didikan yang positif bagi korban atas tindakannya yang tidak taat pada aturan yang ada di sekolah. Jelas Oknum guru (J).

Ditambahkan waka kesiswaan, Agung Dwi R, dalam catatan guru Bimbingan Konseling ( BK) siswa berinisal ( SM) tercatat banyak melakukan pelanggaran di sekolah, seharusnya siswa ini tidak bisa naik kelas sejak kelas 7, namun karena ada pertimbangan dan kebijakan sekolah dengan harapan ada perubahan perilaku yang baik dari si siswa ketika naik kelas. Ungkap Agung.

“Pihak sekolah tidak ada hak untuk mengeluarkan siswa, dan saat ini anak kelas 9 ada ujian nasional, kelulusan yang menentukan dan hal itu bisa didapat melalui etikat dan perilaku yang baik dari siswa itu sendiri dengan hasil ujian yang memuaskan,” Kata Agung.

Disisi lain Wangsit Priyambodo,SH dari Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia dan juga sebagai Advokat muda pada Kantor Hukum “Justiciabelen” menyampaikan, perbuatan kekersan fisik yang dilakukan oknum guru tersebut bisa menjeratnya melalui UU Perlindungan Anak.

Sebagai dasar hukumnya Pasal 351 KUHP Jo. pasal 80 UU No 23 tahun 2002, sebagaimana telah dirubah dengan UU No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak yang menyatakan, anak di dalam lingkungan satuan pendidikkan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya, yang dilakukan oleh pendidik, tenaga pendidikan, sesama peserta didik dan atau pihak lainnya.

Dalam UUNo 35/2014 telah mengatur juga, bahwa setiap orang dilarang melakukan, menyuruh, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Bagi yang melanggarnya akan dipidana penjara atau didenda. Jelas Wangsit.

“Saya berharap kejadian seperti ini tidak terjadi lagi di lingkungan sekolah, dan hal ini bisa menjadi pengalaman bagi semua pihak. apapun asalannya tetap tidak dibenarkan secara hukum dengan melakukan kekerasan terhadap anak didik,” ungkap Wangsit.

Mediasi yang berlangsung sekitar 2 jam tersebut berakhir dengan kesepakatan damai secara kekeluargan, dengan masing-masing membuat surat pernyataan kesepakatan damai yang ditandatanganni oleh ketiga belah pihak beserta beberapa orang saksi yang ikut serta dalam mediasi tersebut. (Daniel)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!