Metro Times (Jakarta) Anggota Perkumpulan Wartawan Online (PWO) seyogyanya tidak mempergunakan istilah pers netral, tidak berpihak maupun berpolitik.
“Istilah-istilah tersebut tidak benar. Apalagi ucapan tersebut berasal dari anggota PWO,” ujar Sekretaris Jenderal PWO, Lian Lubis, saat menyerahkan Surat Keputusan (SK) kepada PWO Sulawesi Selatan, Kamis (9/1/2020).
SK tersebut diberikan kepada Ketua PWO Sulawesi Selatan, Moh Bahar Razak dan Sekretaris Ir Bambang S. Widodo, di Kantor DPP kawasan Taman Mini, Jakarta Timur.
Menurut Sekjen, istilah pers netral secuil pun tidak ditemukan dalam Kode Etik Jurnalistik maupun UU No 40 tahun 1999. Pers di tuntut dalam melaksanakan kebebasan pers sebagai wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum.
“Itu artinya, pers harus bersandar pada kebenaran, baik secara konstitusi, norma-norma yang berlaku,” ujarnya, melalui pesan di WhatsApp, Minggu malam (12/1/2020).
Bahkan, di pasal 1 Kode Etik Jurnalistik, wartawan itu harus beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, berjiwa Pancasila, taat kepada UUD 1945, ksatria, dan sebagainya.
“Jadi, kebenaran yang di pegang wartawan itu, harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan YME sesuai dengan keyakinannya,” urai Lian Lubis, alumnus IISIP dan Fakultas Hukum Universitas Islam Djakarta (UID).
Begitupun dalam politik. Dalam sejarahnya, sistem pers di dunia, tak bisa di pisahkan dalam sistem politik. Ada teori pers liberal, pers otoriter, pers komunis dan pertanggungjawaban sosial.
Bahkan di era Orde Lama, pers tidak lepas dari partai politik.
“Dulu ada Duta Masyarakat yang dikelola NU, Koran Abadi milik Masyumi, PKI dengan Harian Rakyat, maupun PSI dengan Pedoman. Semua punya kencenderungan corong media masing-masing,” tambahnya.
Paling terpenting, kebenaran yang di sajikan pers itu, harus berdasar fakta. Dia tidak boleh hoax, bohong, menistakan agama, SARA yang akhirnya merusak kesatuan bangsa.
“Karena itu setiap anggota PWO wajib memahami kode etik dan UU Pers,” jelas Bang Lian, begitu sapaan akrabnya di kalangan PWO.
Upaya itu, menurutnya, hanya melalui pelatihan jurnalistik atau Pra UKW yang harus menjadi roh PWO maupun Provinsi dan Kabupaten/Kota, sehingga anggota PWO menjadi profesional.
“Fungsi organisasi pers itu salah satunya meningkatkan profesional anggotanya lewat pelatihan maupun Pra UKW,” jelasnya.
Bahkan, lewat Pra UKW itu, sekaligus menjadi benteng wartawan PWO tidak dikriminalisasi oleh pihak lain. Sebab, dalam menyajikan berita, dia harus berimbang, tidak tendensius, uji konfirmasi dan sebagainya.
Karena itu, kepada PWO Sulsel, diharapkan mampu membuat Pra UKW yang murah meriah maupun gratis dengan menjalin sinergitas.
“Insya Allah, kita agendakan bang. Itu sangat penting,” jelas Bahar yang diiyakan oleh sekretaris.
Keduanya sepakat Pra UKW itu akan dilakukan usai pelantikan PWO Sukses secepat mungkin usai menerima SK. (ian/rif)