- iklan atas berita -

 

MetroTimes (Surabaya) – Fakta bahwa kanker payudara adalah kanker terbanyak yang diidap oleh perempuan di Indonesia. Dimana 1 dari 2500 wanita di Indonesia mengidap kanker payudara yang artinya lebih dari 100.000 wanita di Indonesia mengidap kanker payudara. Kanker payudara juga merupakan penyebab kematian Wanita nomor 1 di Indonesia.

Meskipun data diatas menakutkan, namun pengobatan kanker payudara ini sebenarnya bisa sangat efektif bila diketahui sejak dini.

Hal ini yang menjadi perhatian khusus bagi dr. Sahar Bawazeer Sp.B., selaku dokter spesialis bedah umum dan juga CEO di MedicElle Clinic yang merupakan klinik kesehatan wanita di Surabaya.

ads

“Upaya yang dilakukan oleh berbagai kalangan seperti tenaga medis dan komunitas penyintas payudara agaknya mulai menampakkan hasil. Terjadi peningkatan temuan kanker payudara pada stadium dini. Sayangnya, temuan pada stadium dini pada kanker payudara ini yang sebelumnya mengalami peningkatan saat ini mengalami penurunan drastis sebesar 80%, dan penanganan kanker payudara stadium lanjut mengalami peningkatan sebesar 14% sejak pandemi Covid 19,” terang dr. Sahar Bawazeer Sp.B., saat ditemui di MedicElle Clinic Surabaya. Jumat (10-09-2021).

Ia melanjutkan, ketakutan untuk datang ke fasilitas Kesehatan karena kemungkinan tertular virus covid-19 merupakan alasan wanita tidak segera memeriksakan kondisi kesehatan payudaranya. Para wanita yang memiliki keluhan di payudara ini baru menuju fasilitas kesehatan karena terpaksa ketika penyakit yang diderita bertambah parah seperti benjolan semakin membesar atau mulai timbul luka.

Karena pandemi, semua orang fokus sama Covid, penyakit-penyakit yang lain itu sebenarnya perlu juga mendapat perhatian serius dari pemerintah.

“Covid-19 itu bisa dihindari dan banyak orang yang sembuh, sedangkan kanker itu tidak bisa murni kita bilang sembuh, yang bisa kita bilang bebas dari kanker berapa lama, kita tidak tahu tergantung dari stadiumnya masing-masing pada waktu dia berobat. Semakin tinggi stadiumnya semakin tingkat kesembuhan atau bebas dari kankernya itu semakin rendah. Tapi apakah pasti akan kambuh lagi pada saat diobati, ya belum tentu. Namanya kanker itu dia akan tetap ada bersama kita. Karena kanker itu bukan infeksi bakteri atau virus dari luar yang masuk ke dalam tubuh kita, atau bisa kita atasi dengan obat,” tegasnya.

“Kanker itu adalah sel kita sendiri yang bermutasi, itu yang kita obati kankernya, tapi mutasinya kita tidak bisa obati. Lanjutnya, Apakah bisa terjadi lagi ? Bisa, dia akan tetap bisa terjadi lagi. Yang disayangkan adalah pada saat dia menghindari Covid yang notabene bisa dihindari, dia mengesampingkan kanker payudaranya yang notabene itu tingkat penyembuhannya semakin kecil, kalau stadiumnya semakin tinggi. Gimana stadium semakin tinggi ? Karena dia datang dalam keadaan terlambat. Semakin cepat kita tahunya, deteksi dini semakin cepat, semakin bagus angka kesembuhannya,” papar dokter spesialis bedah umum yang sangat peduli akan kesehatan payudara wanita.

Angka keberhasilan terapi dapat mencapai hingga 98% bila diketahui dalam stadium dini. Sayangnya lebih banyak kasus ditemukan pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan kanker payudara sudah sulit dilakukan.

Wanita dengan kanker payudara menurunkan 50% genetik kanker payudara dia ke anak-anaknya. Jadi misalnya perempuan kena kanker payudara, kemungkinan anak-anaknya ini membawa (carrier) genetik kanker payudara 50%. Tidak ada bedanya perempuan maupun yang laki-laki. Laki-laki tingkat kesakitannya dari seluruh kanker payudara 1%. Jadi masih ada kemungkinan 1% laki-laki itu terkena kanker payudara, jarang sekali tapi ada.

dr. Sahar Bawazeer menuturkan, kita edukasinya ke para wanita adalah semasa dia ada keluhan benjolan, jangan takut untuk periksa, jangan takut datang ke Rumah Sakit, karena tenaga kesehatan itu semuanya sudah di vaksin. Rumah sakit itu juga dibatasi antara pasien Covid dengan yang tidak Covid. Karena resiko terkena Covid itu tidak harus di Rumah Sakit. Kita keluar rumah bahkan didalam rumah pun bisa terkena Covid, tapi kalau kita mengesampingkan keluhan kita, hanya karena Covid akhirnya yang rugi dia sendiri. Jadi kalau ada keluhan, ada benjolan langsung segera diperiksakan. Jadi tetap yang penting dirumah itu SADARI itu periksa payudara sendiri. Sudah banyak edukasi tentang SADARI, karena yang sekarang ini yang kena kanker payudara itu bukan orang tua-tua lagi, tapi sekarang yang kena sudah semakin muda.
Pasien saya yang usia 50 – 60 tahun itu malah bisa dihitung, tapi pasien saya yang usia produktif 35 – 45 tahun keatas itu banyak sekali.

Wanita yang paling banyak yang sudah banyak diteliti adalah tingkat stres yang tinggi, karena stres itu mengeluarkan radikal bebas, yang dimana salah satu penyebab kanker apa aja. Jadi usahakan untuk jangan terlalu stresnya terlalu tinggi, apalagi yang sudah terdiaknosa kanker payudara. Harus menghindari stres, atau ada manajemen stres sebaik mungkin.

“Pemerintah masih belum punya program screening, dalam artian kalau ada wanita yang punya BPJS Kesehatan datang ke Rumah Sakit atau Fasilitas Kesehatan tanpa ada keluhan apa-apa, tapi dia salah satu wanita yang beresiko tinggi dan dia minta dilakukan screening. Dan dilakukan mammografi itu tidak akan di cover oleh BPJS, karena tidak ada program dari pemerintah untuk screening,” ujarnya.

“Pemerintah belum ada program penyelamatan dini dari permasalahan usia rawan kena kanker payudara di usia 50 tahun keatas untuk dilakukan screening dengan mammografi. Yang ada program dari pemerintah saat ini yang lagi dikembangkan itu SADARI atau melakukan pemeriksaan rutin ke Puskesmas, atau ke tempat-tempat fasilitas kesehatan lainnya, setidaknya meskipun tidak dilakukan diagnostik mammografi atau USG. Setidaknya ada tenaga kesehatan yang mendeteksi terlebih dahulu,” jelasnya.

“Harapan kita, pemerintah Indonesia seperti di negara-negara lain sudah ada program dari pemerintahnya yang melakukan screening pada wanita. Jadi harapannya screening itu bisa tercover oleh BPJS pada wanita dengan resiko tinggi dan tenaga kesehatan bisa langsung melakukan mammografi atau USG payudara sedini mungkin,” ungkap dr. Sahar

“Jadi pasien tidak harus mengeluarkan uang untuk screening, akhirnya mereka tidak ada alasan untuk malas periksa atau yang kasihan rakyat kurang mampu untuk melakukan mammografi. Mammografi yang paling murah antara 400 – 500 ribu rupiah, cukup mahal kalau itu untuk rakyat umum apalagi di masa pandemi Covid-19. Rumah Sakit pemerintah juga bisa melakukan screening. Jadi masyarakatnya lebih sadar akan bahaya kanker,” pungkasnya. (nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!