- iklan atas berita -

 

MetroTimes (Surabaya) — Menjelang Hari Veteran Nasional pada tanggal 10 Agustus 2020 dan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75, Siti Anggraeni Hapsari yang akrab disapa SAH, Calon Wakil Wali Kota Surabaya 2020, mengunjungi dan bersilaturahmi dengan para tokoh Jenderal Veteran di Markas Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Mastrip Surabaya.

“Ketika kita melangkah kedepan, kita tidak boleh lupa belakang, karena kita menuju kedepan itu kita melewati belakang dulu. Jadi kita harus juga mengkombinasikan antara apa yang sudah kita peroleh kemarin kemudian ini sebagai dasar langkah untuk menapak masa depan,” terang SAH disela-sela acara silahturahmi dan dialog dengan tokoh Jenderal Veteran.

Pentingnya peran serta tokoh-tokoh Veteran dalam mengisi pembangunan bangsa Indonesia ini, terutama Sumber Daya Manusia (SDM) agar tidak jauh melenceng dari semangat tujuan kemerdekaan Indonesia.

ads

“Pemberdayaan Veteran untuk membangkitkan rasa memiliki, rasa kecintaan kepada tanah air, negara, maupun kepada kota, ini merupakan upaya minimal salah satunya supaya generasi muda ini ingat bahwa meraih negara ini tidak mudah. Meraih seperti kota Surabaya sendiri itu juga dengan pengorbanan darah nyawa, sehingga menjadi generasi penerus itu bisa meneruskan sebaik-baiknya. Apa yang sudah di rebut oleh pendahulu harus di isi dengan hal-hal yang sifatnya positif,” papar Siti Anggraenie Hapsari (SAH) yang juga Ketua Pengwil INI Jatim.

Lebih lanjut SAH mengungkapkan, keprihatinannya atas sejumlah persoalan yang muncul belakangan ini. Persoalan itu jelas tidak mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam empat pilar kebangsaan. Saat ini ada sekelompok masyarakat yang dengan mudahnya memposting hasutan di media sosial, mencaci maki kelompok masyarakat lain, radikalisme, memecah persatuan dengan isu SARA, dan sejumlah tindakan lainnya yang semakin mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. “Kalau masyarakat kita memahami, menghayati dan melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dalam empat pilar kebangsaan, maka bangsa Indonesia akan hidup damai dan tenteram,” kata SAH.

“Saat ini bangsa Indonesia adalah bangsa yang tengah kehilangan jati diri. Kita menjadi bangsa yang serakah, materialistis, anarkis, mudah diprovokasi, mudah marah, mudah konflik, mudah membakar bahkan membunuh,” ujarnya.

Menurut SAH, nilai-nilai perjauangan 45 pada dasarnya meliputi kerelaan berkorban untuk bangsa dan negara, semangat persatuan dan kesatuan, mengedepankan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi serta cinta tanah air atau patriotisme.

Dalam era globalisasi saat ini, lanjut SAH, Pancasila mulai dilupakan dan terkikis oleh nilai-nilai asing. Hal ini ditandai dengan munculnya paham materialisme yang ditandai dengan kasus korupsi yang semakin marak, liberalisme yang ditandai dengan proses demokrasi yang berubah menjadi tindakan anarkis, radikalisme yang menyelesaikan masalah dengan cara kekerasan fisik serta fundamentalisme yang ditandai dengan sulitnya menerima keberagaman dan hidup bersama dengan orang berbeda keyakinan atau paham.

Kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menghindari semua hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. “Marilah kita hidup bersama dengan suasana rukun, meski dilandasi perbedaan. Ibarat, taman bunga, jika ada bunga berbagai warna, maka akan lebih indah untuk dinikmati,” imbuh SAH.

Sementara Cak Suro Budayawan dan pelaku kesenian asli Suroboyo, menyampaikan, pendekatan budaya efektif untuk menguatkan jati diri bangsa. Pendekatan budaya juga bisa menjadi sarana efektif untuk merekatkan kembali elemen-elemen bangsa yang saat ini terkotak-kotak secara politik.

Selain itu budaya silaturahim dan saling berkomunikasi antar elemen bangsa perlu dikedepankan menghadapi situasi sosial politik di dalam negeri yang kian dinamis.

Ia pun berpesan untuk generasi muda saat ini untuk terus mampu mengisi kemerdekaan bangsa dengan karya dan kreatifitas. Dengan semakin marak globalisasi, ia berharap, generasi bangsa tetap memegang teguh jati diri sebagai bangsa Indonesia agar tidak mudah terbawa arus.

“Mudah-mudahan generasi penerus kita ini sadar akan nilai-nilai kebangsaan yang kita miliki. Dengan semakin majunya perkembangan teknologi, jangan sampai generasi penerus kita ini lupa dengan sejarah perjuangan Indonesia,” katanya.

Menurutnya, tantangan generasi saat ini justru semakin sulit. Tantangannya tidak hanya berbentuk fisik adu senjata, melainkan melalui ideologi yang merusak jati diri bangsa Indonesia.

“Tantangan generasi saat ini lebih berat. Karena kita saat ini sedang dijajah dalam wujud yang lain. Tidak lagi adu senjata, kalau kalah mati sudah. Tapi, sekarang perang ideologi yang bisa meracuni generasi, dan itu kadang tidak disadari. Mereka yang telah teracuni ini, bisa saja malah merusak bangsa ini dari dalam,” pungkasnya. (nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!