- iklan atas berita -

Metro Times (Surabaya) – Lahirnya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK PKPU) yang diundangkan pada tanggal 18 Oktober 2004, diharapkan mampu memberikan perubahan yang signifikan terkait solusi penyelesaian masalah utang piutang antara Kreditor dengan Debitor secara Adil, Cepat, Terbuka, Efektif dan efisien.Hal tersebut dikatakan Plt. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Cahyo Rahadian Muzhar, di Surabaya. Senin (24/9/18).

Kepailitan sambung Cahyo merupakan sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.
Dia juga mengatakan Arah dan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi baik sekala regional maupun internasional telah didukung dengan berbagai kebijakan di bidang ekonomi yang salah satunya adalah kebijakan de-regulasi (penataan kembali beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kemudahan berusaha (Esse of Doing Bussines).

‘’ Perlu kami sampaikan di sini bahwa, saat ini Kementerian Hukum dan HAM RI sedang menyusun Naskah Akademik Rancangan Perubahan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yang dilaksanakan oleh Badan Pebinaan Hukum Nasional’’ tambahnya

Penyusunan Naskah Akademik tersebut mengakomodasi keinginan berbagai elemen masyarakat yang menganggap perlunya dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Dalam rangka memperkaya substansi penyusunan Naskah Akademik, Kementerian terkait, seperti Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perekonomian, Kementerian Politik Hukum dan Keamanan serta Lembaga dan Organisasi profesi berusaha menyelenggarakan Focus Group Discission (FGD) maupun Seminar tentang Kepailitan dan PKPU dengan mengangkat issu-issu aktual tersebut di atas.

ads

‘’ Tentu semua berkeinginan agar Perubahan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dapat dihasilkan sesuai harapan baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya’’ tandasnya.
Perubahan Cahyo juga sebut UU dan PKPU, sebagai wujud nyata untuk mewujudkan instrumen hukum yang mampu melindungi kepentingan semua pihak dalam kaitan proses penyelesaian utang piutang yang adil, efektif, dan efisien dengan mengedepankan kelangsungan usaha (goin consern) serta dapat mendukung pemerintah dalam mewujudkan program kemudahan berusaha di Indonesia.

‘’ Ini sesuai yang kita ketahui bersama bahwa rangking Indonesia dalam hal kemudahan memulai berusaha saat ini berada di kisaran ranking 70 Dunia. Sedangkan untuk proses penyelesaian perkara pailit (resolving insolvency) berada di peringkat 38 Dunia rilis dari World Bank’’ Tutup Cahyo

Sementara Itu Dr. M. Hadi Shubhan Dosen Hukum Kepailitan Universitas Airlangga mengatakan penting untuk merevisi beberapa ketentuan Tapi tidak genting untuk segera direvisi, Dia juga menambahkan Tidak perlu disyaratkan adanya insolvency test, karena kemunduran dua langkah ke belakang jika itu diadakan, serta kesulitan untuk pembuktian, dan akan menghambat resolving insolvency seperti yang disyaratkan EoDB.

‘’ Jelas terjadi kemunduran jika insolvency test diberlakukan dan ini bertentangan dengan apa yang disyaratkan dalam rangka kemudahan berusaha diIndonesia’’ Ucap Dr. M. Hadi Shubhan.

Dia juga menyinggung upaya hukum untuk membatalkan transaksi yang dilakukan oleh debitur untuk kepentingan debitur tersebut yang dapat merugikan kepentingan para krediturnya (Actio pauliana ), dengan demikian Dia meminta sebaiknya hal itu ditentukan perbuatan debitor mana yang bisa dilakukan Actio pauliana, misal maksimal 2 tahun sebelum pailit.

‘’Jangka waktu bolehnya Actio pauliana sebaiknya ditentukan perbuatan debitor mana yang bisa dilakukan Actio pauliana, misal maksimal 2 tahun sebelum pailit ‘’ tambahnya

Pengakhiran Kepailitan perlu penegasan setelah perdamaian penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dihomologasi, maka PKPU berakhir, dan debitor normal seperti sedika kala. bisa melakukan perikatan apapun, dan hartanya bisa disita oleh pengadilan perdata atau perkara pidana. Pengakhiran kepailitan, demi hukum debitor berwenang lagi bertindak melakukan perikatan serta perlu rehabilitasi terkait pembersihan nama untuk reputasinya dan kurator tidak boleh membubarkan PT yang berakhir kepailitannya

‘’Kepailitan dan PKPU di atas, dapat kita simpulkan bahwa dalam kepailitan, harta debitur akan digunakan untuk membayar semua utang-utangnya yang sudah dicocokkan, sedangkan dalam PKPU, harta debitur akan dikelola sehingga menghasilkan dan dapat digunakan untuk membayar utang-utang debitur. ‘’ tutup Dr. M. Hadi Shubhan. (nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!