Metro Times (Jakarta) – Seiring dengan meredanya isu tentang trade warantara Amerika Serikat dan Tiongkok, muncul sentimen negatif yang datang dari Turki, di mana pelemahan mata uang Lira Turki mengakibatkan Investor kembali ke mode risk-off dengan mengurangi portofolio di emerging market. Meski demikian, kondisi ekonomi Indonesia masih solid di tengah ketidakpastian ekonomi global. Bank Commonwealth melihat reksa dana saham masih menjadi pilihan yang obyektif di bulan September ini.
Sepanjang bulan Agustus lalu, pasar saham Indonesia mulai beranjak membaik seiring dengan meredanya isu tentang trade warantara Amerika Serikat dan Tiongkok. Di saat yang bersamaan, sentimen negatif datang dari Turki, di mana anjloknya nilai Lira Turki ditambah inflasi dan ancaman gagal bayar obligasi berdampak ke Negara emerging market lain termasuk Indonesia. Bank Indonesia pun meresponnya dengan kembali menaikkan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo sebesar 25 bps untuk menghadang laju pelemahan Rupiah.
Trade war yang terjadi saat ini diperkirakan akan mereda dalam beberapa bulan ke depan menjelang midterm election Amerika Serikat yang akan diselenggarakan pada awal bulan November. Aksi pembalasan dari Tiongkok, Eropa, Meksiko, dan Kanada yang ditujukan pada sebagian produk yang dibuat di negara bagian dan distrik basis Partai Republik, diperkirakan akan membuat sikap Presiden Donald Trump melunak menjelang midterm election.
Dari sisi domestik, kestabilan kondisi politik Indonesia terlihat dengan tidak adanya isu besar seusai pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden Indonesia untuk Pemilihan Presiden tahun 2019, ditambah dengan kesuksesan penyelenggaran Asian Games ke-18 yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan konsumsi di Indonesia.
Di tengah ketidakpastian global yang masih cukup tinggi dan defisit transaksi berjalan Indonesia yang mencapai -3,04% terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB), Indonesia masih dapat mencatatkan pertumbuhan ekonomi untuk kuartal II-2018 sebesar 5,27%, lebih tinggi dari kuartal sebelumnya 5,06%, dan lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu 5,01%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi fundamental Indonesia masih dalam kondisi yang solid.
Investor menunggu keputusan Federal Reserve apakah akan ada kenaikan suku bunga acuan AS yang ketiga kalinya di tahun ini, dimana berdasarkan konsensus global yang terakhir menunjukkan adanya 99% kemungkinan suku bunga AS akan naik di September 2018.
“Kenaikan suku bunga apabila disertai dengan pertumbuhan ekonomi yang positif pada umumnya akan membuat pasar saham-pun bergerak ke arah positif, sehingga untuk nasabah dengan profil risiko growth, kami masih merekomendasikan untuk porsi saham di 70%,” kata Ivan Jaya, Head of Wealth Management & Retail Digital Business Bank Commonwealth.
Agar nasabah dapat mengoptimalkan imbal hasil investasinya di tengah kondisi pasar yang makin dinamis, Bank Commonwealth menyediakan layanan wealth managementyang dinamakan Dynamic Model Portfolio. Layanan ini akan mengumpulkan berbagai informasi pasar, memilah mana yang paling relevan untuk setiap nasabah berdasarkan profil risiko dan tujuan investasi mereka, kemudian memberikan saran terkait penempatan portofolio aset-nya.
Dengan layanan ini, nasabah bisa menggerakkan asetnya secara dinamis, tidak harus sama dengan proporsi investasi yang ditentukan di awal. Investasi disesuaikan tidak hanya berdasarkan profil risiko Nasabah, namun juga risiko pasar ke depannya. “Lewat Dynamic Model Portfolio, kami ingin melayani nasabah kami dengan layanan wealth management yang mampu membantu mereka memahami realita pasar yang dinamis daripada hanya statis terpaku pada teori semata,” jelas Ivan.(nald)