- iklan atas berita -

Metro Times (Magelang) Masyarakat yang peduli pada keadaan sekitar merupakan salah satu ciri dari bangkitnya masyarakat madani atau civil society. Kebangkitan tersebut terlihat dalam bentuk gerakan kepedulian komunitas-komunitas masyarakat dalam menghadapi tantangan lingkungannya. Termasuk dalam menghadapi wabah Covid-19 yang menimpa Indonesia dan Dunia tidak terkecuali Kota Magelang.

Di Kota Magelang ada beragam komunitas yang tumbuh dan bisa berkembang tetapi juga ada yang kemudian mengecil dan bahkan hilang atau tidak terdengar kabarnya lagi.

Komunitas-komunitas di Magelang tumbuh seiring adanya kesamaan minat dan hobi yang menjadi pengikat anggotanya. Dengan minat yang sama menjadi pemicu untuk tumbuhnya kebersamaan sebagai modal sosial dari komunitas-komunitas tersebut. Ketika tidak lagi ada kesamaan minat mungkin yang membuat beberapa komunitas berhenti.

Di luar komunitas masyarakat struktural yang diwadahi dalam lingkup lingkungan, RT, RW, Karang Taruna, dan sejenisnya yang ada di kampung-kampung. Berdasar buku Profil Kebudayaan Kota Magelang tahun 2019 yang diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, di Kota Magelang terdata ada 220 sanggar atau komunitas seni budaya dan puluhan klub hobi yang terkait seni budaya.

Ada komunitas lari, bersepeda, catur, klub fitnes dan beragam kesamaan minat di bidang olahraga lainnya. Ada pula klub penghobi seperti tanaman hias, sepeda onthel, kesejarahan dan lain sebagainya. Termasuk juga yang tergabung dalam komunitas belajar dan komunitas-komunitas sosial kemasyarakatan.

ads

Anggota-anggota komunitas berasal dari beragam unsur profesi serta latar belakang. Mereka berkumpul karena adanya kepercayaan dan keterkaitan yang menyatukannya.

Tumbuhnya kepercayaan, jaringan, kolaborasi, kohesifitas, dan keinginan untuk saling bergotong-royong menjadi modal sosial yang diwujudkan dalam bentuk kesediaan mereka untuk saling bekerjasama, saling membantu, dan saling membangun pengertian di antara sesama anggota komunitas.

Menurut Etienne Wenger, seorang praktisi pendidikan komunitas dalam bukunya Communities of Practice terbitan tahun 1998 menyatakan bahwa, komunitas merupakan kelompok sosial yang memiliki habitat lingkungan dan ketertarikan yang sama dalam ruang lingkup keyakinan atau kepercayaan maupun ruang lingkup yang lainnya. Dengan saling berkelompok akan muncul kesadaran bersama untuk saling belajar dalam meningkatkan pengetahuannya.

Keberadaan beragam komunitas yang ada di Kota Magelang memberi tanda adanya kehendak untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pembangunan. Baik dalam pembangunan fisik di lingkungan sekitarnya maupun pembangunan non fisik seperti sumber daya manusia yang ada di masyarakat.

Sebagaimana diketahui, partisipasi dalam pembangunan memerlukan keterlibatan masyarakat secara aktif. Dengan keaktifan partisipatif masyarakat yang meningkat ada harapan hasil-hasil pembangunan selaras dengan kebutuhan yang ada di masyarakat. Termasuk ketika menghadapi tantangan dengan mewabahnya Covid-19 yang juga menimpa Magelang.

Berdasar data dari Dinas Kesehatan Kota Magelang per 22 Mei 2020 ada 9 orang meninggal karena terkena Virus Corona, dan ratusan lainnya diindikasi mengidap virus tersebut. Dengan data tersebut membuat Kota Magelang menjadi salah satu daerah merah dalam penyebaran Covid-19.

Pertanyaan-pertanyaan yang bisa muncul kemudian adalah sebetulnya aktif dalam kegiatan sosial itu untuk tujuan apa? Apa manfaat keaktifan komunitas dalam pembangunan?

Ada beberapa manfaat yang bisa didapatkan ketika saling terhubung dalam suatu komunitas. Pertama yaitu sebagai wahana penyebaran informasi. Bagi komunitas pecinta burung, segala informasi yang berkaitan dengan burung akan dengan cepat beredar di dalam komunitas tersebut. Demikian juga di komunitas-komunitas lainnya.

Kemudian, manusia merupakan mahkluk sosial yang artinya manusia membutuhkan manusia lainnya dalam hidupnya. Dengan adanya komunitas maka antar sesama anggota bisa menjalin relasi yang lebih baik satu dengan yang lainnya.

Ketiga, karena adanya minat atau ketertarikan yang sama dalam bidang tertentu maka setiap anggota komunitas bisa saling memberi dukungan. Selain mendukung sesama anggotanya, suatu komunitas juga bisa membantu orang lain di luar komunitas tersebut.

Dengan semakin banyaknya komunitas yang tumbuh di masyarakat terutama di Kota Magelang akan memantik munculnya masyarakat madani (civil society) yang kuat dan berdaya. Yaitu, masyarakat yang berbudi luhur, beradab, dan erat dalam ikatan sosial dan budayanya. Dengan berkomunitas akan terjalin nilai-nilai hubungan sosial seperti toleransi, menerima keberagaman sebagai bagian dari tumbuhnya ikatan keadaban masyarakat atau bond of civility.

Termasuk dengan adanya kegiatan daring yang ada di Kota Magelang yang tetap merekatkan kehidupan sosial masyarakat di tengah krisis akibat pandemi. Salah satunya adalah kegiatan Njo Thethek Njo yang digagas oleh Komunitas Pinggir Kali. Salah satu komunitas seni budaya yang aktif dalam beragam kegiatan di Kota Magelang.

Njo Thethek Njo berdasar pada kata Thethek, bahasa Jawa yang berarti Nongkrong dan Njo yang bermakna Ayo. Thethek merupakan sebutan khas Magelangan terkait budaya kumpul bersama untuk saling bersosialisasi dan bersilaturahmi dalam lingkup kekeluargaan yang akrab dan saling mengisi antara satu dan lainnya.

Njo Thethek Njo merupakan produksi pentas pertunjukan yang dikemas secara daring, disiarkan langsung melalui Channel Youtube dan beragam media sosial lainnya. Acara dipandu oleh Munier Syalala, yang merupakan Pemusik dan juga Seniman serba bisa.

Njo Thethek Njo juga sebagai wahana pertunjukan informatif untuk semua pihak. Acara juga bersifat interaktif selain seni pertunjukan dari beragam bidang seni dan genre juga diisi dengan diskusi dan wawancara langsung bersama narasumber yang kompeten sesuai bidang temanya.

Njo Thethek Njo membuka kerjasama saling menguntungkan dalam bentuk sponshorship dengan berbagai pihak yang bersedia. Kerjasama akan diwujudkan dalam kemasan segala informasi sebagai pertunjukan yang menarik.

Dalam edisi pertama pada hari Rabu 22/05/2020 kemarin, Njo Thethek Njo menampilkan pertunjukan dari 3 Sanggar atau kelompok kesenian di Kota Magelang yaitu Wayang Isolasi yang dibawakan oleh Ki Dalang Henokh Aldebaran Ngili, dalang muda potensial dari Kota Magelang.

Dua penampil lainnya yaitu grup akustik Hujan Fantasi yang membawakan lagu-lagu Top 40. Kemudian Sanggar Topeng Ireng Dhom Sunthil. Ketiga penampil tersebut memainkan pertunjukannya dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Sebelum pentas mereka dicek suhu tubuh terlebih dahulu, tetap mengenakan masker dan berjarak satu dengan lainnya.

Sedangkan malam tadi, Sabtu (23 Mei 2020) malam tadi, Njo Thethek Njo #2 mengambil thema “Takbiran” dan menampilkan Narasumer yang tidak kalah apiknya dengan sebelumnya. Yakni, Rektor Untidar Prof. Much Arifin MSc dari sisi akademisi, Wakil Walikota Magelang, Dra. Windarti Agustina dari sisi pejabat publik, Gus Kholil dari sisi agamawan dan aktivis pertanian organik dan Mbak Lyra de Blauw perwakilan penampil pertunjukan dari sisi komunitas.

“Malam ini, di acara Njo Thethek Njo #2 bisa disaksikan bagaimana sanggar-sanggar kesenian tetap semangat untuk menampilkan yang terbaik dalam pertunjukannya. Langkah ini perlu untuk didukung semua pihak sehingga sanggar-sanggar tersebut bisa terus berkarya walaupun dalam keadaan yang sulit,” terang Wakil Walikota Magelang yang juga alumni Univetsitas Tidar Magelang ini.

“Di malam takbiran atau malam Hari Raya Idul Fitri ini, kita tidak bisa melakukan takbiran seperti haru-hari lebaran sebelumnya karena efek pandemi covid-19. Namun hal ini tidak mengurangi semangat kita untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri. Njo Thethek Njo Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 H, Mohon Maaf Lahir dan Bathin,” jelas Wakil Walikota Magelang.

Dalam kegiatan yang direncanakan reguler setiap Rabu dan Sabtu tersebut terkumpul juga donasi dan sponshorship sebesar uang tunai Rp. 2.100.000,- pada Njo Thethek Njo #1 dan di edisi Njo Thethek Njo #2 juga begitu.

“Dana yang terkumpul kami sampaikan secara terbuka yang kemudian dibagi secara adil dan merata ke sanggar-sanggar yang tampil dan Crew pendukung kegiatan seperti sound system dan kameramen,” Ujar Muhammad Nafi, Koordinator Komunitas Pinggir Kali selaku pelaksana kegiatan.

Dengan antusiasnya para penampil dari sanggar-sanggar dan komunitas seni budaya di Kota Magelang menunjukkan adanya modal sosial yang kuat di masyarakat terutama di kelompok seni budaya.

Bisa jadi dengan memasukkan modal sosial dalam variabel pembangunan di Kota Magelang akan menjadi faktor penting dalam efisiensi dan efektifitas kebijakan pembangunan di Kota Magelang, kota jasa yang maju, cerdas, relijius, dan melayani untuk semua. (rif)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!