- iklan atas berita -

Metro Times (Purworejo) Pemerintah didorong untuk mempercepat penyaluran dana insentif untuk tenaga kesehatan (nakes) yang berjuang melawan Covid-19. Harus ada komitmen dari pemerintahan di daerah untuk memangkas pola birokrasi sehingga penyaluran bisa lebih cepat.

Hal tersebut diungkapkan Ketua DPW PPNI Jateng Edy Wuryanto saat di Purworejo. Pemerintah daerah didorong lebih cepat demi mengimbangi pengalokasian anggaran yang dilakukan pemerintah pusat. Pemerintah pusat mengalokasikan dana Rp 5,6 triliun untuk insentif nakes.

Dari alokasi tersebut, senilai kurang lebih Rp 3,7 triliun ditransfer ke kas daerah untuk nakes di rumah sakit/puskesmas di bawah kewenangan daerah. Sementara itu, Kemenkes mengelola dana Rp 1,9 triliun untuk insentif nakes di rumah sakit yang strukturalnya vertikal di bawah kementerian.

Anggota Komisi IX DPR RI itu menyebutkan, persoalan yang kerap timbul dalam penyaluran insentif adalah kurangnya akselerasi pemerintah kabupaten dan provinsi. Sebab, lanjutnya, proses pencairan itu ada di bawah komando bupati atau walikota dengan melibatkan legislatif, serta harus membuat regulasi baru. “Belum lagi dengan proses perhitungannya. Inilah yang membuat proses pencairannya lama,” ucapnya.

ads

Edy mendorong pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi untuk mempercepat pencairan insentif nakes, antara lain dengan memangkas pola birokrasi. “Perhitungan tidak usah dibawa sampai ke pusat, cukup bupati dan dinas yang menghitung, kemudian selesai dan bagikan. Kalau dulu birokrasinya panjang, harus sampai ke kementerian,” terangnya.

Pemangkasan birokrasi itu, lanjutnya, akan meningkatkan serapan pencairan insentif nakes yang saat ini baru sekitar 20 persen dari Rp 5,9 triliun, atau tersalurkan senilai Rp 1,35 triliun.

Sementara itu, sebagian nakes yang menangani Covid-19 di Kabupaten Purworejo baru menerima insentif untuk Bulan Maret dan April. Mereka adalah nakes Covid-19 yang bekerja di 27 puskesmas se-Kabupaten Purworejo.

Hal tersebut diungkapkan Ketua DPD Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Purworejo Heru Agung Prastowo, Senin (1/9). “Untuk pencairan Mei, administrasinya sudah diverifikasi secara bertahap oleh petugas verifikator di puskesmas,” katanya.

Tapi kondisi berbeda dirasakan nakes yang bekerja menangani Covid-19 di RSUD Dr Tjitrowardojo. Mereka menerima insentif untuk tiga bulan, terhitung Maret, April, dan Mei. Sementara untuk pencairan bulan Juni dan Juli, masih dalam proses administrasi dokumen.

Menurutnya, setiap nakes yang mendapat tugas menangani Covid-19 mendapat insentif dengan nilai maksimal Rp 7,5 juta dengan waktu bekerja 22 hari perbulan. Besaran insentif yang diberikan tetap disesuaikan hari kerja nakes dalam menangani Covid-19.

Heru mencontohkan, untuk nakes yang bekerja di Ruang Bima RSUD Dr Tjitrowardojo, mereka diberi jadwal maksimal menangani pasien selama 18 hari sebulan.

Pihak rumah sakit mempertimbangkan perlunya waktu istirahat bagi nakes, sehingga imunitasnya terjaga. Kalau dihitung, perawat atau bidan yang kerjanya 18 hari akan mendapat insentif kurang lebih Rp 6,1 juta perbulan.

Terpisah, Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Purworejo Ekaningtyas angkat bicara terkait pencairan insentif nakes. Menurutnya, insentif untuk tenaga kesehatan puskesmas belum sampai Mei karena menyesuaikan dana yang ditransfer dari pusat.

Pemkab baru menerima transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp 3,7 miliar, atau kurang lebih 60 persen dari alokasi yang diusulkan. “Untuk insentif kami tiga bulan kami usulkan sebesar Rp 5,4 miliar pada Juni lalu. Namun, dana insentif itu belum semuanya ditransfer masuk ke kas daerah,” katanya.

Dana tersebut didistribuskan langsung ke rekening nakes yang bertugas menangani Covid-19, sesuai perhitungan yang diatur dalam juknis Kemenkes. Pemerintah pusat mengatur pemberian insentif untuk nakes yang memang mendapat tugas menangani pandemi. Selain menangani pasien, nakes yang berhak atas insentif adalah mereka yang menelusuri keberadaan kasus baru Covid-19 di masyarakat.

Juknis mengatur jumlah nakes maksimal puskesmas yang berhak atas insentif tersebut. Jumlah nakes setiap puskesmas yang dibutuhkan menangani Covid-19 dihitung berdasar jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan Orang Tanpa Gejala (OTG) atau dalam bahasa baru dengan suspek, probable, dan konfirmasi Covid-19.

Jika di satu puskesmas ada kurang dari seratus kasus, maksimal nakes yang dibutuhkan adalah enam. Untuk seratus sampai dua ratus kasus maksimal sepuluh nakes, sedangkan di atas dua ratus kasus maksimal dua puluh nakes calon penerima insentif.

Adapun besaran insentifnya, untuk rumah sakit, dihitung dengan jumlah hari kerja dikalikan insentif maksimal Rp 7,5 juta untuk perawat, Rp 10 juta dokter umum, dan Rp 15 juta dokter spesialis, lalu dibagi hari kerja maksimal 22 hari. Sementara untuk nakes puskesmas, dihitung dengan mengalikan jumlah hari kerja dengan angka maksimal Rp 5 juta, kemudian dibagi hari kerja maksimal 22 hari. (dnl)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!