- iklan atas berita -

Metro Times (Semarang) Sekitar dua ratus masa dari gabungan sebelas organisasi dan komunitas melakukan aksi gabungan, dengan cara long march dari Museum Ranggawarsito, Semarang hingga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, dalam rangka aksi damai mendukung warga Jebres, Kota Surakarta menuntut keadilan. Para peserta aksi yang mayoritas mahasiswa dari Solo dan Semarang tersebut juga membentangkan sejumlah tulisan diantaranya ada ‘laksanakan perintah KIP, buka sertifikat HP 18,105,106 sekarang jua!, kemudian rakyat berdaulat, ada pula kibaran bendera organisasi dan bendera merah putih’, aksi sendiri dilakukan paling lama di depan pagar PTUN Semarang, Kamis (28/2/2019).

Kordinator aksi, Waskita Cahya Subekti, menyampaikan, selama ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Surakarta ingin cuci tangan atas penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta tanggal 11 Oktober 2018 lalu. Disampaikannya, BPN sering mengatakan jika warga seharusnya berurusan dengan Pemkot Surakarta, sehingga pernyataan itu menyesatkan.

“Mengapa? BPN merupakan institusi yang berwenang mengeluarkan sertifikan HP 18, HP 105, dan HP 106, sedangkan Pemkot Surakarta adalah orang yang diberikan hak atas tanah. Sertifikat yang diberikan kepada BPN kemudian digunakan oleh Pemkot Surakarta untuk melakukan penggusuran, sedangkan dalam proses pengadaan tanah untuk perluasan Solo Tekhno Park (STP) warga sama sekali tidak pernah dilibatkan. Tiba-tiba tahun 2015, sertifikat HP 105 yang dijadikan dasar penggusuran terbit,” kata Waskita Cahya Subekti.

Atas masalah itu, lanjutnya, warga Jebres Demangan kemudian diusir dari lahan dan hunian yang selama ini mereka tempati oleh Pemkot. Mirisnya, lanjutnya, meskipun menggunakan dasar HP 105, Pemkot Surakarta juga menuduh warga menempati HP 106. Akibat masalah itu, terjadi simpangsiur mengenai lahan yang dihuni warga.

ads

“Sedangkan HP 18 yang menjadi asal HP 105 yang dijadikan dasar penggusuran batasnya di belakang rumah warga. Selama ini, ketika warga meminta agar sertifikat tersebut dibuka selalu ditutup-tutupi oleh BPN. Padahal warga termasuk pihak yang berkepentingan untuk mengetahui peta lahan di dalam sertifikat tersebut,” ungkapnya.

Ia kembali menjelaskan, karena BPN tidak memiliki itikad baik untuk membuka peta lahan dalam sertifikat yang dimaksud, warga mengadu ke Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya, dalam sidang tanggal 8 November 2018, KI memutuskan (1) menerima permohonan warga untuk mendapatkan salinan peta lahan dalam sertifikan HP 18, HP 105, dan HP 106 secara keseluruhan, (2) informasi tentang peta tanah mengenai letak, batas, dan luas bidang tanah yang merupakan data fisik yang terdapat dalam sertifikat HP 18, HP 105, dan HP 106 merupakan informasi yang tersedia setiap saat sebagaimana ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU KIP yang dapat diberikan dalam bentuk Surat Keterangan Pendaftaran Tanah kepada Warga Jebres Demangan, (3) memerintahkan BPN untuk memberikan salinan peta lahan dalam sertifikan HP 18, HP 105, dan HP 106, (4) memerintahkan BPN untuk memberi informasi sebagaimana poin ke 3 kepada warga selambat-lambatnya 10 hari kerja sebagaimana diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Keterbukaan Informasi Publik, (5) memerintahkan BPN untuk memberikan informasi sebagaimana poin 3 dan 4 kepada warga setelah keputusan KIP berkekuatan hukum tetap.

“Sayangnya, BPN Surakarta justru tidak bersikap kooperatif kepada warga. Hal itu terbukti dengan banding yang dilakukan oleh BPN Surakarta kepada PTUN Jawa Tengah agar keputusan KIP yang memenangkan warga dibatalkan,” tandasnya.

Perwakilan Paguyuban Warga Jebres Demangan Melawan (PWJDM), Bambang Achmad Yusuf, menambahkan di dalam laporan keberatan yang diajukan BPN Surakarta kepada PTUN Jateng atas keputusan KI menyebutkan bahwa warga meminta warkah tanah. Padahal keberatan itu mengada-ada, sebab Warga Jebres Demangan hanya memohon informasi terkait letak, luas, dan batas lahan HP 18, HP 105, dan HP 106 yang disebutkan selama ini serta dijadikan sebagai dasar penggusuran.

Dikatakannya, merunut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dalam Pasal 2 berbunyi: pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutahir, dan terbuka. Bahwa tujuan dari pendaftaran tanah sebagaimana disebutkan dalam peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dalam Pasal 3 huruf b berbunyi: untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar, untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Bahwa sesuai dengan ketentuan poin 3a dan 3b di atas, pendaftaran tanah menganut asas terbuka sebagaimana dalam penjelasan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat.

“Untuk itu kami PWJDM dan aliansi mahasiswa menuntut BPN segera melaksanakan keputusan KIP untuk membuka salinan peta HP 18, HP 105 dan HP 106, kemudian Pemerintah Kota Surakarta mengembalikan hak Warga Jebres Demangan yang tempat tinggalnya telah tergususr, selanjutnya menghentikan arogansi dan intimidasi Pemerintah Kota Surakarta terhadap Warga Jebres Demangan yang tempat tinggalnya telah tergusur. Terakhir hakim memberikan keputusan seadil-adilnya yang menjamin hak Warga Jebres Demangan sebagai warga negara,”imbuhnya. (jon)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!