- iklan atas berita -

 

MetroTimes (Surabaya) – Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menempatkan pasien positif Covid-19 yang isolasi mandiri di gedung-gedung sekolah, mendapat penolakan dari warga setempat.

Menurut Dr Ir Arman Hakim Nasution MEng, sebagai warga Baratajaya yang pengalaman dan juga Ketua Pusat Kajian Kebijakan Publik (PKKP) ITS, menyampaikan, Sebaiknya kebijakan Pemkot Surabaya adalah meletakkan pusat-pusat isoman dan covid servis pada aset non pemukiman.

“Jangan meletakan Isoman pada aset non pemukiman. Hal ini untuk menjaga agar penularan tidak semakin tinggi. Kelemahan kita adalah di SOP penanganan limbah isoman,” terang Arman melalui WhatsApp.

“Banyak terjadi limbah APD sopir ambulan saja yang dibuang dan dibakar seenaknya, apalagi limbah isoman kalau di perumahan nanti dengan kontrol pengawasan yang masih longgar,” imbuhnya.

ads

Sementara kekhawatiran yang sama juga disampaikan oleh Ketua RT 03 RW 05 Kelurahan Baratajaya, Kecamatan Gubeng Surabaya.

“Warga RT 03, umumnya RW 05 dan juga seluruh warga Kelurahan Baratajaya, setelah adanya penunjukan SDN Baratajaya sebagai tempat isolasi Covid-19, maka mayoritas warga menolak. Adapun alasan kekhawatiran yaitu, ini lingkungan pemukiman perumahan padat penduduk,” terang Imam Setiono Ketua RT 03 disela-sela unjuk rasa yang mayoritas emak-emak.

Ia juga menambahkan, warga disini kebanyakan lansia, dan banyak anak-anak. Kemudian akses masuk ke lokasi ini tidak ada di pinggir jalan atau nol jalan dari jalan raya. Jadi imbasnya itu nanti akan ke warga sekitar, utamanya di RT 03 dan seluruh warga menjadi keresahan. Dan Keresahan akan mengganggu psikis warga yang mesti pengaruh, apalagi ini untuk tempat isolasi mandiri yang positif Covid-19.

Menurut Imam, aspirasi warga sebetulnya harus didengarkan. Jangan harus memaksakan kehendak bahwa ini program pemerintah, tapikan efeknya ke warga, kalau warga mayoritas menolak berarti ada perlawanan seharusnya didengarkan. Pemerintah harus legowo mencari tempat lain yang yang lebih representatif.

Himbauan untuk Pemkot Surabaya. “Kami mohon pemerintah kota dan jajarannya dalam menentukan lokasi isolasi mandiri, bisa dipertimbangkan lokasinya. Apalagi lokasi jarak pemukiman seperti itu, pasti ada perlawanan. Tidak hanya di Baratajaya mungkin di tempat lain ada perlawanan. Jadi mohon pemerintah bisa legowa menerima aspirasi kita,” pungkasnya.

 

Hal senada disampaikan oleh ibu Dini Setiawati, saya bertempat tinggal dengan radius 6 (enam) meter dari jarak sekolah SDN Baratajaya. Terus terang tidak setuju dengan adanya SDN Baratajaya yang dipakai sebagai tempat isolasi mandiri, meskipun hanya untuk orang yang tidak bergejala (OTG).

“Kita sebagai warga sekitar sini takut karena diwilayah kita ini portal sudah ditutup dengan tujuan supaya penularan Covid ini bisa kita hindari atau seminimal mungkin tertular. Kalau tempat kita dipakai untuk tempat isolasi, kita takut semua akan tertular,” cetusnya.

Ia menjelaskan, saya menganggap di Baratajaya ini sudah melaksanakan PPKM Darurat dengan menutup portal sejak awal pandemi. Kalau ditempatkan OTG Covid-19 di sini sama saja percuma selama ini kita menjaga lingkungan dengan mengikuti dan mematuhi aturan pemerintah. Apalagi kita sebagai warga yang punya usaha, terusterang dengan ditutupnya portal, pendapatan kita sudah jauh sekali berkurang. Kita sudah berkorban, ya percuma usaha kita sekian lama ini untuk menjaga lingkungan kita supaya aman dari Covid.

“Kita warga Baratajaya, khususnya wilayah RT 03 RW 05, kita menolak SDN Baratajaya ini dipakai sebagai tempat Isoman. Dan sebisa mungkin dipindahkan ke lokasi yang lain, dan jangan ditempat pemukiman warga, seperti disini,” imbuhnya. (nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!