- iklan atas berita -

 

MetroTimes (Surabaya) – Pandemi Covid-19 dan pemberlakuan pembatasan sosial telah menimbulkan rasa takut dan kecemasan di Indonesia. Kebijakan pembatasan sosial yang dilaksanakan di bidang pendidikan dengan adanya pemberlakuan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau biasa dikenal sebagai belajar dari rumah bagi seluruh siswa di Indonesia menimbulkan berbagai polemik bagi para siswa dan orang tua siswa.

Dengan kebijakan tersebut, tentunya para siswa mengalami perubahan drastis terkait dengan aktivitas normal di sekolah. Jadi, sejak pemberlakuan pembatasan, beragam aktivitas tersebut harus dilakukan di rumah bersama anggota keluarga dan orang tua mereka.

Dokter Spesialis Anak MedicElle Clinic, dr. Lini Delina, Sp.A., menyampaikan, pendidikan berpengaruh sekali sejak pandemi, semua memakai daring. Daring ini tergantung usia karena yang sekarang ini mulai anak usia 1 Tahun sudah ada online schoolnya, satu tahun, pra TK, TK itu sudah online School semua. Cuman kalau untuk anak-anak dibawah dua tahun, terus lima tahun, itu yang harus hati-hati. Karena kalau sebelum pandemi ini dibawah dua tahun ini dianjurkan screen time, sekarang tidak ada. Jadi sebisa mungkin dihindari penggunaan handphone atau Youtube seperti itu.

ads

Screen time adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan jumlah waktu yang dihabiskan untuk berinteraksi dengan televisi, komputer, ponsel pintar, tablet digital, hingga permainan video. Menurut pedoman WHO tersebut, bayi di bawah usia 1 tahun tidak boleh terpapar layar elektronik.

Ia menjelaskan, beda dengan kalau misalnya langsung offline kan langsung ketemu itu lebih mudah untuk konsentrasi, lebih fokus, kemudian sosialisasi sama teman-temannya itu juga lebih enak, lebih berani juga dia. Kalau yang dengan handphone itu biasanya mereka gampang teralihkan yang di rumah, kalau mereka sudah bosan sama gurunya, apalagi anak-anak yang masih kecil dibawah lima tahun mereka sering bosan, akhirnya mereka mencuekin, akhirnya mereka itu mengakibatkan gangguan konsentrasi. Selanjutnya dia sering lihat handphone terus mainan sama handphonenya, akhirnya sosialisasinya dia juga berkurang sama sekitarnya. Jadi tumbuh kembang dia biasanya sering terganggu itu gangguan konsentrasi sama sosialisasi dengan lingkungan.

Menurut dr. Lini, biasanya anak-anak yang sering liat gadget itu mereka biasanya yang dibawah dua tahun akan ada terlambat bicara. Kita mengatasinya dengan dokter anak juga dengan rehab medis, biasanya ada terapi wicara. Ciri-ciri anak harus ke dokter anak, biasanya kalau kita sadar dia belum bisa ngomong banyak. Kata-katanya belum banyak, biasanya mulai umur 18 bulan sudah mulai katanya, ini masih sedikit misalnya mama papa.

Lanjutnya, anak kalau dilepas handphone dia akan marah, kemudian dipanggil dia tidak respon sering cuman kayak liat gadget aja itu sudah ciri-ciri. Jadi orangtua harus bisa awaer (menyadari) anak yang butuh terapi wicara, dan terapi untuk gangguan konsentrasi, supaya dia bisa merespon sama orang-orang sekitarnya, mengurangi tantrumnya. Semakin kecil dia kita screen time, maka sesering kita kasi dia gadget itu akan dampaknya semakin besar buat mereka. Semakin banyak gangguan tumbuh kembangnya. Motorik bisa kena, konsentrasi bisa kena, perilaku bisa kena, jadi banyak sekali.

“Pemerintah harus memikirkan masa depan anak-anak Indonesia, karena memang online terus tidak akan maksimal untuk pendidikan, tetapi offline full pun kita juga harus menyesuaikan. Jadi pemerintah seharusnya mau siap offline itu memang disiapkan anak umur yang paling besar dulu. Dari yang kuliah terus SMA kemudian SMP baru yang dibawahnya SD. Pembagian kelas sehingga mereka lebih fokus,” ujarnya.

“Pesan saya, kalau orangtua memang sudah mulai menyadari anaknya ini ada gangguan perkembangan, itu sebaiknya ke dokter anak atau boleh ke dokter tumbuh kembang terdekat, supaya di screening sedini mungkin supaya dia bisa teratasi cepat, karena biasanya gangguannya itu tidak berat,” kata dr. Lini.

“Pemakaian Gadget harus sesuai jam belajar sekolah, kalau mau mengerjakan jamnya ditentukan, apabila sudah selesai gadget di taruh. Kalau sudah waktunya keluarga, main di rumah bisa macam-macam, bisa bantu ibu masak, bisa siram tanaman. Jadi lebih banyak kegiatan sehari-hari dilakukan. Sehingga benar-benar diminimalisir gadgetnya. Untuk mengurangi Tantrum,” pungkas dr. Lini. (nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!